Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Polemik Mobil Otonom, Kalau Tabrakan Siapa yang Salah?

Society of Automotive Engineering (SAE) membagi mobil otonom ke dalam 6 level, di mana level 0 tidak memiliki fitur otonom, sedangkan level 5 adalah kendaraan yang tidak lagi membutuhkan intervensi manusia saat berkendara. 
Muhammad Khadafi
Muhammad Khadafi - Bisnis.com 21 Mei 2021  |  10:52 WIB
Polemik Mobil Otonom, Kalau Tabrakan Siapa yang Salah?
Mobil Otonom. - WeRide.

Bisnis.com, JAKARTA — Teknologi autonomous car atau mobil otonom kini menjadi satu fitur yang dengan mudah dijumpai mulai dari mobil segmen premium hingga menengah. 

Di Indonesia ada Mercedes-Benz dan BMW yang memiliki fitur parkir otomatis. Artinya pengemudi dapat menyerahkan sepenuhnya kepada teknologi mobil untuk memarkirkan kendaraan.

Sementara itu pada segmen menengah, ada Wuling Almaz RS yang memiliki fitur adaptive cruise control terbilang canggih di kelasnya. Mobil SUV ini memiliki fitur ADAS (Advanced Driver Assistance System) yang dapat membantu pengemudi saat berkendara dalam berbagai kondisi.

Berdasarkan Society of Automotive Engineering (SAE), fitur ADAS tersebut masuk dalam autonomous car level 2. SAE membagi mobil otonom ke dalam 6 level, di mana level 0 tidak memiliki fitur otonom, sedangkan level 5 adalah kendaraan yang tidak lagi membutuhkan intervensi manusia saat berkendara. 

Kemajuan teknologi tersebut kemudian menimbulkan perdebatan tentang siapa yang harus disalahkan ketika mobil yang memiliki fitur otonom menabrak kendaraan lain atau manusia. 

"Jika pengemudi lain menabrak Anda, jelas siapa yang disalahkan, pengemudi itu, manusia," kata Sarah Rooney, direktur senior urusan federal dan peraturan untuk American Association for Justice, mengutip Bloomberg, Jumat (21/5/2021)

Namun dalam kasus mobil otonom, saat pengendara tidak dalam kondisi memegang kendali roda kemudi, maka tuntukan hukum atas suatu kecelakaan menjadi lebih rumit. Menurut Rooney bisa jadi kesalahan mungkin dilakukan oleh pabrikan dan perangkat lunak, atau pada pemilik jika pembaruan perangkat belum dilakukan dengan benar. Apabila pabrikan bersalah, korban dapat mengajukan tuntutan di bawah standar pertanggungjawaban produk, seperti pada mobil konvensional.

Sementara itu, sejumlah kecelakaan yang melibatkan mobil Tesla Inc. dengan pengemudi manusia yang tengah menggunakan sistem Autopilot. Selain itu, dalam uji coba self-driving Uber Technologies Inc. pada tahun 2018, seorang pejalan kaki tewas tertabrak. 

Rooney, yang kelompoknya mewakili pengacara pengadilan yang menentang batasan tuntutan hukum, mengatakan masalah pertanggungjawaban harus diselesaikan sebelum undang-undang apa pun yang mengizinkan penggunaan kendaraan dengan level otonom lebih tinggi di jalan raya AS.

Senator Republik Dakota Selatan John Thune telah mengusulkan undang-undang yang menyerukan Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional untuk mengecualikan sebanyak 15.000 kendaraan tanpa pengemudi per produsen dari standar keselamatan mengemudi manusia.

Jumlahnya akan meningkat menjadi 80.000 dalam tiga tahun. Saat ini, satu pembuat mobil dapat memproduksi 2.500 kendaraan otonom untuk diuji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

otomotif teknologi Mobil Otonom

Sumber : Bloomberg

Editor : Muhammad Khadafi

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    Terpopuler

    Banner E-paper
    back to top To top