Bisnis.com, JAKARTA — Meskipun tercatat sebagai provinsi dengan daerah tertinggi paling banyak di Indonesia, nyatanya Papua menggunakan mobil-mobil dengan harga lebih dari Rp300 juta hingga Rp500 juta-an sebagai taksi.
Hal itu jauh berbeda dengan di kota-kota besar di Indonesia, di mana lazimnya taksi menggunakan mobil-mobil entry level seperti Toyota Limo, Honda Mobilio, dan Toyota Transmover (versi kendaraan niaga Avanza).
Di pedalaman Papua mobil-mobil yang digunakan sebagai taksi adalah Toyota Hilux, Mitsubishi Strada, Ford Ranger, Mitsubishi Pajero, hingga Toyota Kijang Innova.
“Khusus melayani rute pedalaman. Mulai dari wilayah Pegunungan Papua, Merauke-Bovendigoel, Nabire-Paniai, termasuk Sorong- Tambrauw,” Hari Suroto, Arkeolog di Balai Arkeologi Papua, kepada Tempo, pada Senin (5/4/2021).
Dia menjelaskan, untuk rute pedalaman Papua mobil Toyota Hilux, Mitsubishi Strada, dan Ford Ranger adalah pick up atau pikap pengangkut barang. Sementara itu Mitsubishi Pajero dan Toyota Innova umumnya untuk membawa penumpang.
Menurut Hari, taksi mewah di pedalaman ini sering kali mengangkut penumpang melebihi kapasitas. Beberapa mobil double cabin misalnya, seperti Toyota Hilux, MItsubishi Strada, bahkan Ford Ranger, yang seharusnya berkapasitas lima orang ditumpangi lebih dari itu.
“Bahkan masih ditambah dengan muatan hasil kebun, babi, atau sembako."
Jumlah keendaraan juga tak sebanding dengan permintaan penduduk pedalaman. Maka tarif taksi mewah pedalaman Papua dibanderol mulai Rp350 ribu hingga Rp600 ribu per orang. “Jika mobil disewa, tarifnya akan berbeda."
Penumpang taksi Papua duduk di pikap double kabin dalam perjalanan menuju Tolikara, Papua, 11 Desember 2015. TEMPO/Maria Rita
Nasib serupa juga dirasakan oleh motor sport di Papua. Di Kota Jayapura, motor berkubikasi mesin besar seperti Honda CBR250RR, Kawasaki Ninja 250 R, dan Yamaha R25 justru menjadi kendaraan pilihan pedagang sayur keliling.
Padahal di Jakarta motor-motor ini biasanya kurang "laku" untuk digunakan sehari-hari, karena dimensi bodinya besar, sehingga sulit menyelinap di kemacetan. Belum lagi motor sport tidak memiliki kompartemen bawaan untuk menyimpan barang.
Selain itu posisi duduk yang agak menunduk membuat motor sport kurang bisa diandalkan untuk berkendara di tengah kepadatan lalu lintas Ibu Kota.
Namun, menurut Hari, teori itu tidak berlaku bagi para pedagang sayur keliling di Kota Jayapura. “Mereka memilih motor yang cc besar untuk mengangkut rak sayur. Rak berisi sayur ini berbobot sekitar 200 kg,” katanya.
Kalau diperhatikan total harga sayur dagangan sangat tidak sebanding dengan harga motor yang digunakan. Seperti diketahui, di Jakarta, motor sport 250 cc setidaknya memiliki harga lebih dari Rp50 juta.
Hal yang paling dikhawatirkan para pedagang sayur keliling, kata Hari, jika motor mereka ambruk atau nyungsep. “Sayur akan berhamburan dan tahu tempe hancur berantakan.”