Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan “memaksa” industri otomotif Nasional untuk mengurangi emisi karbon di tiap produknya untuk memenuhi standar di negara tujuan ekspor, salah satunya Australia.
Ambisi pemerintah untuk membidik pasar ekspor otomotif ke Australia tidak semudah yang dibayangkan, meski potensi itu terbuka lebar seiring berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia (IA-CEPA).
Di bawah IA-CEPA, Australia bakal menghapus semua tarif impor Indonesia ke Australia, termasuk untuk kendaraan bermotor listrik. Potensi itu semakin terbuka lebar mengingat tingginya permintaan mobil di Australia yang mencapai 1 juta unit dalam setahun, yang sejauh ini dipenuhi lewat produk impor.
Akan tetapi, langkah pemerintah untuk memaksimalkan ekspor ke Australia akan dipenuhi kerikil tajam yang bertajuk standar emisi. Pasalnya, setiap kendaraan di Negeri Kangguru wajib berstandar Euro 5, sedangkan di Indonesia masih berkutat pada Euro 4.
“Itu merupakan tantangan dan itu tidak bisa dipungkiri arahnya kita harus ke sana, karena policy dari fiskal yang berkaitan dengan industri otomotif itu basisnya adalah emisi karbon,” kata Menperin di sela kunjungan kerjanya di Jepang, Rabu (10/3/2021).
Oleh karena itu, Menperin menyatakan akan mendorong kesiapan dari industri otomotif agar mampu memenuhi regulasi yang diterapkan negara tujuan ekspor. “Jadi, industri sendiri harus siap, industri harus kita ‘paksa’ untuk bisa sampai ke situ [Euro 5],” pungkasnya.
Emisi Euro adalah standar yang digunakan negara Eropa untuk memperbaiki kualitas udara. Kian tinggi standar Euro, makin kecil batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan partikel lain yang berdampak negatif pada manusia serta lingkungan.
Di Indonesia, penerapan Euro 4 untuk kendaraan bermotor tertuang dalam Peraturan Menteri LHKP.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O atau Standar Emisi Euro 4.
Penerapan standar emisi Euro 4 baru berlaku untuk kendaraan berbahan bakar bensin. Adapun, pemberlakuan standar emisi untuk mobil diesel, yang seharusnya diterapkan pada April 2021, terpaksa mundur hingga 2022.
Kementerian Perindustrian menyatakan keterlambatan penerapan Euro 4 membuat industri otomotif dalam negeri jauh tertinggal dari Thailand, yang sudah lebih dulu menerapkan hal tersebut.
Alhasil, 70 persen produksi kendaraan di Thailand sudah dapat diekspor, sedangkan Indonesia baru 30 persen produksinya yang bisa dikapalkan.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dasrul Chaniago mengatakan bahwa tak menutup kemungkinan Indonesia langsung lompat ke Euro 6, tanpa harus melewati standar emisi Euro 5.
“Ada kemungkinan Euro 5 dilewati dan loncat ke Euro 6 karena kalau kami masuk tahap Euro 5 lagi, kami akan terus tertinggal,” ujarnya.
Bila tak segera mengejar ketertinggalan dari negara lain, Indonesia akan kesulitan dalam mengekspor kendaraan bermotor. Pasalnya, negara lain telah menerapkan standar emisi bahan bakar yang lebih tinggi.
Adapun, dalam peta jalan program pengurangan emisi dari kendaraan bermotor KLHK, penerapan Euro 6 untuk kendaraan berbahan bakar bensin direncanakan pada 2028. Sementara itu, penerapan untuk kendaraan berbahan bakar solar direncanakan pada 2030.