Bisnis.com, JAKARTA — Indef menilai insentif perpajakan tidak akan efektif dalam mendorong konsumsi karena daya beli masyarakat belum pulih seperti semula. Bahkan, kebijakan kemudahan pembelian mobil baru pun diproyeksi akan merugikan penjualan mobil bekas hingga 30 Persen.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan saat ini Kementerian Perindustrian mengusulkan 0 persen pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas penjualan baru mobil penumpang pada September 2020, yang ditolak Kementerian Keuangan.
Namun, Februari ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendukung pelonggaran pajak dan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73/2019 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Mobil Penumpang. Peraturan tersebut diikuti dengan peraturan kredit baru oleh Bank Indonesia dengan kredit kendaraan tanpa uang muka.
Pelonggaran pajak penjualan barang mewah diberlakukan untuk mobil penumpang yang termasuk dalam kategori 1.500 cc dengan 60-70 persen komponen lokal. Sebaliknya, ketentuan angsuran baru berlaku untuk semua jenis kendaraan penumpang. Tujuannya, agar industri otomotif mencapai 1 juta unit produksi.
Kementerian Perindustrian pun memperkirakan kebijakan tersebut akan menghasilkan pendapatan nasional sebesar Rp1,4 triliun. Namun, Kementerian Keuangan memperkirakan akan terjadi penurunan penerimaan pajak antara Rp1 hingga Rp2,3 triliun.
"Peningkatan penjualan yang signifikan hanya akan terjadi dalam waktu singkat pada industri otomotif. Efek maksimum akan bertahan hingga kuartal II/2021," katanya dalam laporan Manufacturing and International Trade Update, Senin (22/2/2021).
Baca Juga
Andry mengemukakan di sisi lain, dampak kebijakan ini akan menurunkan nilai mobil bekas di bawah 1.500 cc. Diperkirakan terjadi penurunan sekitar 15-30 persen.
Sebelumnya, Direktur Mobil88 Halomoan Fischer mengatakan saat ini tengah menunggu implementasi kebijakan insentif pajak terhadap harga mobil baru.
"Misalnya Avanza kalau dihitung-hitung tanpa PPnBM kan bisa turun Rp20 juta, tapi bisa jadi dealer hanya turunin Rp10 juta tapi dengan beberapa bonus misalnya," katanya.
Dia mengatakan setelah ada harga pasti dari diler mobil baru, pemain mobil bekas pasti akan mengikuti harga tersebut. Mobil dengan tahun muda atau kurang dari 4 tahun akan sepenuhnya mengikuti penurunan harga jual mobil baru.
Namun untuk mobil dengan umur 4 tahun lebih, akan tidak terlalu berdampak signifikan. "Mobil tahun lama sudah beda jauh dengan mobil tahun baru. Saat ada penyegaran, harga mobil-mobil ini sudah terkoreksi secara alami," jelas Fischer.
Dia melanjutkan penurunan harga mobil bekas akan berimbas positif terhadap permintaan. Namun hal ini belum tentu dapat dipenuhi, karena ada kemungkinan pasokan berkurang. "Bisa jadi terjadi perlambatan pasokan, yang mau jual nanti saja deh," katanya.
Pasalnya secara rata-rata harga mobil bekas turun sekitar 10 persen setiap tahunnya. Dengan demikian, mobil bekas tahun produksi 2019-2020 pada saat pemberlakuan PPnBM nol persen bisa jadi akan terkoreksi sekitar 20 persen.