Bisnis.com, JAKARTA - Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020) menjadi momentum untuk menindaklanjuti investasi di sektor otomotif.
Pada 2018, Jokowi bersama dengan Perdana Menteri (PM) Jepang saat itu, yakni Shinzo Abe membahas peluang investasi yang diarahkan untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia.
Oleh karena itu, pertemuan antara Jokowi dengan PM baru Jepang, Yoshihide Suga dapat menjadi momentum bagi kedua negara untuk mempertegas komitmen kerja sama dalam mengembangkan mobil listrik, meski di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengaku tidak dapat berkomentar banyak mengenai investasi Jepang di Indonesia karena sifatnya government to government (G2G). Namun, dia meyakini Jepang tetap memosisikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi, terutama dalam pengembangan mobil listrik.
"Kami yakin Jepang tetap memandang Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Sepanjang 2014-2019 investasi Jepang di Indonesia selalu menduduki peringkat tiga besar," ujarnya.
Bob juga menegaskan bahwa Toyota tetap berkomitmen mendukung mengembangkan kendaran terelektrifikasi, dengan meningkatkan penetrasi pasar mobil listrik dan hibrida di Indonesia.
Baca Juga
"Kami mendukung pengembangan pasar dan industri elektrifikasi di Indonesia dengan cara memperkenalkan jajaran produk berteknologi elektrifikasi seperti HEV, PHEV, dan BEV," tutur Bob.
Sementara itu, investasi untuk pengembangan mobil listrik yang sesuai dengan peta jalan otomotif nasional terus bergulir. Hal ini termasuk investasi pengembangan produksi baterai lithium untuk mobil listrik.
Produsen pabrik baterai kendaraan listrik terbesar, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan LG Chem Ltd. dari Korsel mengisyaratkan keinginan bergabung dalam proyek pengembangan rantai pasok nikel dengan Indonesia.
Kedua perusahaan ini disebut telah menandatangani perjanjian awal (head of agreement/HoA) dengan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) untuk proyek baterai senilai US$12 miliar di Indonesia. Namun, angka ini bisa saja berubah hingga US$20 miliar jika produk turunannya ternyata lebih beragam.