Bisnis.com, JAKARTA – Segmen dan strategi harga mobil listrik bakal berperan krusial dalam menumbuhkan permintaan di pasar Indonesia.
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pangsa pasar mobil listrik akan mencapai 25% dari total penjualan pada 2025. Menurutnya, pelaku industri otomotif perlu menyasar segmen pasar yang tepat untuk mewujudkan hal itu.
Berdasarkan kondisi dan karakteristik masyarakat Indonesia saat ini, pangsa pasar paling besar adalah segmen kendaraan mobil multiguna, yang mencapai sekitar 40%. Selain itu, ada pula segmen mobil sedan buntung dan mobil utilitas sportif yang dinilai memiliki pangsa pasar cukup besar.
“Sesuai dengan karakteristik Indonesia, kita harus sesuaikan dengan market otomotif Indonesia. Paling besar pasarnya adalah MPV. Paling besar kedua hatchback dan SUV, masing-masing sekitar 17%—18% kontribusinya, berdua saja itu sekitar sudah 80%,” katanya, Selasa (26/11/2019).
Menurutnya, secara spesifik pasar mobil multiguna kecil seperti Avanza memiliki peluang paling besar sebagai pintu masuk kendaraan listrik. Harga jual mobil di segmen ini menurutnya cukup sesuai dengan daya beli mayoritas masyarakat di Indonesia saat ini.
Kendati demikian, dia mengatakan permasalahan utama dalam menumbuhkan pasar mobil listrik adalah harganya yang cukup tinggi karena mahalnya harga baterai. Dibandingkan dengan mobil bercetus api, harga mobil listrik bisa lebih tinggi hingga dua kali lipat.
“Kalau mau masuk di segmen itu [mobil multiguna kecil] dengan harga yang mirip. Masalahnya baterainya masih mahal, seperti dulu juga pengisian dayanya, ketahanan dayanya, itu juga masih masalah, tapi lama kelamaan akan bagus,” ujarnya.
Menurutnya, jika menengok perkembangan mobil listrik di negara-negara lain, pemerintah perlu memberikan subsidi dalam jumlah besar untuk menggairahkan pasar. Di Norwegia misalnya, subsidi yang diberikan pemerintah mencapai sekitar US$10.000 untuk satu mobil.