Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KENDARAAN LISTRIK: Industri Suku Cadang Butuh Insentif

Pakar ekonom menilai industri suku dagang dalam negeri membutuhkan insentif untuk bertransisi menuju era elektrifikasi. Pasalnya banyak pemain kecil di sektor tersebut yang terancam seiring dengan perubahan kebutuhan komponen nantinya.
Pabrik baterai untuk kendaraan listrik BMW Brilliance Auto. /BMW
Pabrik baterai untuk kendaraan listrik BMW Brilliance Auto. /BMW

Bisnis.com, JAKARTA – Pakar ekonom menilai industri suku dagang dalam negeri membutuhkan insentif untuk bertransisi menuju era elektrifikasi. Pasalnya banyak pemain kecil di sektor tersebut yang terancam seiring dengan perubahan kebutuhan komponen nantinya.

Peneliti dari LPEM-FEBUI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat-Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) Widyono Soetjipto mengatakan insentif akan memberikan efek domino positif yang besar.

“Terutama bagi rekanan prinsipal yang mau membuka usaha di sini dan sebanyak-banyaknya menggunakan komponen lokal,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), saat ini jumlah pemasok suku cadang tier 1 hingga tier 3 untuk industri otomotif 1.500 perusahaan. Sebanyak 2/3 di antaranya bermain di tier 2 dan 3, yang artinya adalah para pelaku usaha dengan modal terbatas.

Menurut Widyono, memberikan insentif akan menarik investor masuk untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam negeri. Tanpa kapital, pelaku usaha komponen yang keterbatasan modal akan sulit menyesuaikan diri.

Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara dalam kesempatan berbeda mengatakan bahwa mobil konvensional secara rata-rata menggunakan 3.000 komponen. EV hanya membutuhkan 200 suku cadang.

Dari situ akan terjadi perubahan kebutuhan komponen. Di Indonesia kebanyakan industri suku cadang masih konvensional dan belum bergerak ke arah kendaraan listrik.

Ekonom senior Faisal Basri mengatakan bahwa komponen inti dari mobil listrik adalah baterai. Insentif pemerintah harus mengarah ke sana.

Menurutnya, tax holiday 20 tahun dan bebas bea masuk untuk komponen baterai akan menjadi stimulus positif untuk mendorong lokalisasi. “Kalau perlu berlakukan carbon trading untuk industri otomotif,” katanya.

Dengan demikian dana yang didapat dari perusahaan besar bisa dialokasikan untuk pelaku usaha kecil dan menengah. Peraturan tentang hal itu perlu didiskusikan secara komprehensif.

Dalam peta jalan Kementerian Perindustrian, pada 2020 mobil rendah emisi (LCEV) diharapkan berkontribusi sebanyak 10% terhadap produksi dalam negeri.

Selanjutnya 2025 sumbangsihnya naik menjadi 20% dan hingga akhirnya menyentuh 35% pada 2035. Mobil LCEV termasuk di dalamnya kendaraan listrik murni maupun yang masih menggendong mesin konvensional atau hibrida, dan juga hidrogen.

USULAN PPnBM

Dalam hal itu Kementerian Perindustrian telah menyerahkan usulan perubahan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kepada Kementerian Keuangan. Emisi gas buang menjadi satu landasan untuk menghitung besaran tarif.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan usulan sudah final. Angka-angka itu merupakan ramuan dari dua universitas terbaik di Indonesia. “Kami juga sudah bahas dengan asosiasi dan pihak-pihak yang terlibat.”

Di dalam usulan tersebut, program LCEV memberikan insentif kepada kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), hibrida, engine flexi, listrik murni, dan hidrogen.

KBH2, listrik murni, serta hidrogen dibebaskan dari pajak. Sementara itu hibrida dikenakan PPnBM 2% dan engine flexi atau mobil yang menggunakan bensin campuran etanol dikenai tarif 5%.

Hal itu jauh berbeda tipe kendaraan penumpang konvensional. Tarif antara 15% hingga 50% diberlakukan untuk kendaraan yang menghasilkan emisi gas buang kurang dari 150 g/km hingga lebih dari 250 g/km.

Skema Usulan PPnBM LCEV dan Kendaraan Energi Terbarukan

Jenis Kendaraan

Emisi (g/km)

Kubikasi mesin

Kurang dari sama dengan 1.200 cc

1.201 cc s.d 3.000 cc

> 3.001 cc

Program LCEV

KBH2

Kurang dari sama dengan 100

0%

0%

20%

Hibrida

101-125

2%

20%

Engine flexi

126-150

5%

20%

Energi Terbarukan

EV/FC

Semua tipe

0%

Sumber: Kemenperin


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khadafi
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (2/6/2018)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper