Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencabut keanggotaan Mercedes-Benz Indonesia pekan lalu. Sebelum mengambil keputusan tersebut, asosiasi yang menaungi 38 merek otomotif Tanah Air itu telah mecari solusi selama 9 bulan.
Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto mengatakan dalam prosesnya Gaikindo sempat mengundang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU), dan Kementerian Perindustrian untuk duduk bersama.
Akhirnya pada 31 Januari 2018, ditemukan jalan keluar. Jongkie mengklaim KPPU tidak akan mempermasalahkan data yang dipublikasikan oleh Gaikindo. Sementara itu Kemenperin mendukung keterbukaan informasi dengan menyediakan portal yang menyambungkan situs Kemenperin dengan Gaikindo.
Setelah itu PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI) menjanjikan dalam waktu satu pekan, sembari menunggu persetujuan tertulis dari kantor pusat Jerman, data-data akan disampaikan untuk selanjutnya dapat diunggah ke situs Gaikindo.
“Sampai 15 Februari data belum juga disampaikan. Gaikindo sudah menunggu selama 9 bulan dan harus berlaku adil terhadap semua anggotanya,” kata Jongkie kepada Bisnis, Minggu (18/2/2018).
Dia menambahkan, berita terakhir yang dia terima dari MBDI adalah masih menunggu surat resmi dari Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian. “Tapi kami tidak tahu bunyi surat yang dimaksud apa,” katanya.
Baca Juga
Agen pemegang merek (APM) lain memang sempat mengeluhkan tidak adanya publikasi data penjualan Mercedes-Benz kepada Bisnis. Secara tersirat beberapa kali mereka sempat menyindir tindakan yang dianggap tidak mengindahkan kewajiban sebagai anggota Gaikindo tersebut.
Jongkie yang juga pemilik diler Mercedes-Benz sangat menyayangkan kejadian ini. Hak suara Mercedes hilang seiring dengan keanggotaanya di Gaikindo.
“Permasalahan-permasalahan di industri atau penjualan otomotif juga tidak bisa disalurkan melalui Gaikindo ke pemerintah,” katanya.
Gaikindo memang selama ini selalu pasang badan terkait isu industri otomotif dalam negeri. Seperti yang belum lama terjadi, yaitu aturan baru ekspor ke Vietnam menyulitkan pabrikan di Indonesia. Belum lagi aturan kendaraan rendah emisi karbon (LCEV) dan harmonisasi PPnBM guna menambah daya saing sedan yang masih digodok pemerintah.