Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Baik-Buruknya Kalau Presiden Jokowi Jadikan Proton Cikal Bakal Mobnas

Rencana kerjasama antara Proton, perusahaan otomotif Malaysia, dengan PT Adiperkasa Citra Lestari pekan lalu, yang disaksikan oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Najib Razak, membuat heboh.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad (ketiga kiri) mengamati prototipe mobil Proton Iriz di Pusat Penyelidikan dan Pembangunan Proton, Shah Alam, Selangor, Malaysia, Jumat (6/2/2015)./Antara-Udden Abdul
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad (ketiga kiri) mengamati prototipe mobil Proton Iriz di Pusat Penyelidikan dan Pembangunan Proton, Shah Alam, Selangor, Malaysia, Jumat (6/2/2015)./Antara-Udden Abdul

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana kerjasama antara Proton, perusahaan otomotif Malaysia, dengan PT Adiperkasa Citra Lestari pekan lalu, yang disaksikan oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Najib Razak, membuat heboh.

Kerjasama yang ditandatangani oleh CEO Proton Holdings Bhd Datuk Abdul Harits Abdullah dan CEO PT Adiperkasa Citra Lestari A.M Hendropriyono di kantor Proton Shah Alam Malaysia, Jumat (6 Februari), itu ditanggapi luas, baik yang bersikap pro maupun kontra.

Pro-kontra tersebut setidaknya mencakup sejumlah hal. Sebenarnya dari sisi investasi sah-sah saja, bahkan patut didukung, apabila Proton sebagai pabrikan mobil yang berkeinginan masuk pasar Indonesia, berniat memperluas usahanya di negeri dengan pasar 250 juta ini.

Langkah ekspansi usaha, dengan membuat pabrik di Indonesia, tentu patut didukung karena akan menciptakan lapangan kerja dan efek multiplier lainnya di bidang ekonomi.

Bahwa mobil tersebut kemudian diminatu oleh pasar Indonesia atau tidak, semata-mata pasar yang akan memilih dan model bisnis yang akan menentukan.

Kedua, dari sisi kebijakan mobil nasional. Sebagian kalangan melihat kerjasama otomotif Indonesia-Malaysia tersebut dalam kerangka cikal bakal pengembangan  mobil nasional.

Untuk hal ini, banyak kritik keras langsung dialamatkan kepada pemerintahan Presiden Jokowi. Jika langkah ini benar-benar menjadi cikal bakal mobil nasional, pemerintah dianggap memfasilitasi 'mitra' yang kurang pas. Tentu, yang dimaksudkan adalah kapasitas Proton dalam industri otomotif, baik dari sisi teknologi maupun bisnis.

Kita tahu, Proton sebagai perusahaan yang mendapatkan sokongan penuh dari pemerintah Malaysia, dianggap kurang berhasil dalam mengembangan industri mobilnya.

Bahkan pangsa pasar Proton, yang didirikan pada 7 Mei 1983 berkat kebijakan pemihakan PM Mahathir Mohammad pada bumiputera, di Malaysia sendiri terus merosot.

Banyak pandangan menyebutkan, produk yang lama diproteksi pemerintah Malaysia tersebut dinilai tidak memiliki daya saing yang kuat. Bahkan mantan PM Malaysia  Mahathir Muhammad yang kini menjadi Chairman Proton menyebutkan saat ini penjualan Proton sedang lesu.

Penjualan Proton di Malaysia pada tahun lalu hanya mencapai 115.783 unit, turun 16% dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, pangsa pasar Proton di Malaysia terus turun, dan tinggal menguasai 17,4% pasar mobil Malaysia pada 2014. Angka ini jauh merosot jika dibandingkan dengan posisi pasar Proton pada awal tahun 2000-an yang sempat mencapai 60%.

Para analis mengindikasikan penurunan pangsa pasar itu terjadi akibat ketidakmampuan Proton bersaing di pasar otomotif. Bahkan, semenjak pangsa pasar Proton terus menurun pada pertengahan dekade 2000-an, Mahathir Mohammad pernah memperingatkan bahwa pangsa pasar Proton akan terus merosot jika kebijakan impor mobil di Malaysia terlalu longgar.

Pernyataan Mahathir tersebut memang  tidak secara spesifik menyebutkan impor mobil dari mana saja yang mengancam eksistensi pasar Proton di Malaysia. Tetapi, saat ini, satu dekade kemudian, di jalanan Kuala Lumpur kini banyak mobil Kijang Inova berkeliaran, yang kita tahu adalah mobil pabrikan Indonesia.

Memang, para analis industri otomotif menilai kapasitas Proton dalam rancang bangun, teknologi, dan kompetensi sumberdaya manusia tidak mendukung pengembangan industri mobil yang sempat menjadi kebanggaan Malaysia itu.

Bahkan beberapa waktu lalu, pabrikan otomotif Jepang, Mitsubishi, tidak lagi bergandengan tangan dalam memasok mesin untuk industri otomotif Malaysia tersebut.

Terakhir, apabila kerjasama dengan Proton tersebut dimaksudkan sebagai proyek mobil nasional, sebagian kalangan juga khawatir pemerintah memberikan fasilitas tertentu kepada perusahaan yang berafiliasi dengan kepentingan politik saat pemilihan presiden lalu.

Kita tahu, CEO PT Adiperkasa Citra Lestari adalah A.M Hendropriyono, salah satu tokoh penting di belakang Presiden Jokowi saat Piplres lalu. Karena itu, apabila hal itu benar-benar menjadi cikal bakal proyek mobil nasional, hendaknya dipastikan bahwa proses pemberian fasilitas yang diperlukan, termasuk perpajakan, tetap dikaitkan dengan azas transparansi dan governance yang baik.

Kita tentu mendukung, apabila pemerintahan Presiden Jokowi bertekad kuat untuk membangun kapasitas industri otomotif dalam negeri, guna membangun mobil nasional sendiri.

Namun kita juga penuh harap, tekad dan tujuan itu dicapai dengan pemilihan mitra strategis yang tepat, memiliki kompetensi teknologi dan bisnis yang kuat, sekaligus dilaksanakan secara transparan dan bersih. Hanya dengan cara -cara tersebut, publik akan percaya bahwa tujuan baik, yang dilaksanakan dengan cara yang baik, akan memberi manfaat yang positif pula bagi masyarakat luas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : News Editor
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper