Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menegaskan program low cost green car (LCGC) atau dikenal sebagai mobil murah digulirkan untuk menangkal gempuran mobil impor saat Masyarakat Ekonomi Asean diterapkan mulai 2015.
Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kemenperin Soerjono mengemukakan jika industri otomotif di dalam negeri tidak diperkuat, Indonesia akan ‘kebanjiran’ mobil asal Thailand bersamaan dengan peningkatan liberalisasi tarif di antara negara Asean mulai 2015.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan Negeri Gajah Putih menguasai 41,6% pasar otomotif Asean sebanyak 3,45 juta unit, sedangkan Indonesia hanya 32,3%.
“Kita harus bangun sendiri ketimbang 2015 dibanjiri produk dari luar. Kami imbau pabrikan dan kami berikan sedikit daya tarik supaya mereka mau investasi,” katanya dalam seminar Mobil Murah dan Kemacetan Jakarta, Sabtu (21/12/2013).
Pemerintah kemudian memberikan insentif berupa penurunan dan pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil murah irit bahan bakar melalui PP No. 41/2013 yang diharapkan dapat menekan harga jual.
Dengan harga jual yang murah, permintaan akan tinggi dan memacu agen tunggal pemegang merek (ATPM) otomotif berproduksi.
Hingga kini sudah ada empat ATPM ikut dalam program tersebut, yakni Toyota, Daihatsu, Honda dan Suzuki. Adapun Nissan baru menyatakan minat dan belum mendaftar secara resmi.
“Mereka melihat potensi di dalam negeri luar biasa. Kami berpikir pasar domestik milik kita. Kita harus penuhi kebutuhan domestik,” ujar Soerjono.
Sampai akhir tahun, produksi mobil murah diperkirakan 40.000 unit atau 3% dari produksi nasional 1,24 juta unit. Tahun depan, produksi mobil murah diprediksi 210.000 unit atau 13% dari produksi nasional 1,61 juta unit.
Jumlah itupun, lanjut Soerjono, tidak seberapa dibandingkan populasi kendaraan bermotor roda empat yang tahun ini diperkirakan 9,96 juta unit. Rasio pada 2014 pun kemungkinan hanya 2% terhadap perkiraan populasi 10,75 juta unit.
Produk mobil murah, lanjutnya, akan diekspor jika basis produksi dalam negeri sudah kuat. “Paling tidak untuk saat ini, kalau tidak lakukan ekspor, kita tidak lakukan impor,” ujarnya.