Bisnis.com, JAKARTA—Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mencermati ada potensi lonjakan rasio kemacetan di perkotaan, menyusul kehadiran mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC). Tapi setidaknya masih ada yang bisa diupayakan pemerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi ini.
Ketua MTI Danang Parikesit memproyeksikan populasi mobil murah tetap berpusat di Pulau Jawa. LCGC akan menyemut Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Denpasar tak bisa dihindari karena terkait daya beli masyarat.
MTI mencatat kepemilikan kendaraan di lima kota itu mencapai 60% dari total kepemilikan skala nasional. Jika mobil murah membanjir di sana maka kemacetan berpotensi naik 20%-30% dari kondisi 2012.
“Sekarang saja di beberapa daerah sudah over permintaan dari jenis mobil ini. Rerata 1 berbanding 6 sampai 8. Di Jogja, kuotanya 60 kendaraan untuk satu merek tapi permintaannya 500 unit,” kata Danang di Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Jalan keluar yang ditawarkan salah satunya melalui peningkatan alokasi anggaran ke daerah untuk investasi fasilitas transportasi publik. Pengutamaan insentif pun seharusnya untuk pelaku bisnis di hulu, yakni industri logam dan mesin kendaraan, tak hanya pembebasan pajak barang mewah bagi produsen mobil.
Secara umum menurut MTI, daripada berinvestasi pada mobil penumpang murah nan ramah lingkungan lebih baik membidik bus. Dalam lima tahun mendatang Indoensia memerlukan tambahan sedikitnya 1 juta unit bus baru.
“Kalau kita mau fokus kepada penguatan industri ya industri bus. Perlu ada bus murah agar industri angkutan lebih profitable. Orientasinya diubah jadi lebih ke bus murah atau bus lisrik. Juga harus dilengkapi soal kebijakan tegas untuk harga BBM dan investasi besar-besaraan di angkutan dari pusat ke daerah,” ucap Danang.