Bisnis.com, JAKARTA – Timing belt merupakan salah satu komponen mobil yang memiliki peran krusial namun kerap luput dari perhatian pemilik kendaraan.
Komponen berbentuk sabuk gerigi ini bertugas menjaga sinkronisasi antara poros engkol (crankshaft) dan noken as (camshaft), sehingga katup-katup mesin membuka dan menutup pada waktu yang tepat selama proses pembakaran berlangsung.
Jika timing belt aus, kendur, atau bahkan putus, maka mesin mobil bisa mogok secara tiba-tiba. Dalam kasus parah, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada piston maupun katup, sehingga biaya perbaikannya bisa membengkak hingga puluhan juta rupiah.
Melansir laman resmi Daihatsu, berikut ulasan lengkap mengenai fungsi timing belt, tanda-tanda kerusakan, dan cara merawatnya.
Fungsi dan Perbedaan Timing Belt dengan Timing Chain
Secara umum, timing belt dan timing chain memiliki fungsi yang sama, yakni menjaga timing kerja mesin. Namun, perbedaannya terletak pada bahan dan karakteristik pemakaian.
Timing belt terbuat dari karet sintetis dengan serat penguat dan biasanya digunakan pada mobil-mobil kecil dan menengah. Sementara timing chain yang berbahan logam lebih awet dan lazim ditemukan pada mobil besar atau mobil dengan performa tinggi.
Baca Juga
Tanda-Tanda Timing Belt Perlu Diganti
Pemilik kendaraan perlu waspada terhadap sejumlah gejala awal kerusakan timing belt. Berikut beberapa indikator penting:
1. Mesin sulit dinyalakan atau mogok mendadak
2. Suara mesin kasar atau muncul bunyi tidak wajar
3. Getaran berlebihan saat mobil dinyalakan
4. Indikator check engine menyala
5. Kebocoran oli dari area cover timing belt
6. Jarak tempuh sudah melebihi 60.000–100.000 km
Jika salah satu atau beberapa gejala tersebut muncul, sebaiknya mobil segera diperiksa di bengkel resmi agar kerusakan tidak merembet ke komponen mesin lainnya.
Risiko Jika Timing Belt Tidak Segera Diganti
Ketika timing belt mulai aus dan tidak diganti, maka ke depannya akan berisiko putus. Jika komponen ini putus, maka katup bisa bengkok dan piston akan patah.
Tentu biaya servisnya akan lebih mahal jika harus bongkar mesin dan ganti katup atau piston yang rusak. Selain itu, mobil bisa mengalami mogok mendadak saat digunakan, yang tentu berisiko jika terjadi di jalan raya.
Dampak lainnya mencakup penurunan performa mesin, boros bahan bakar, dan meningkatnya emisi gas buang akibat pembakaran yang tidak efisien.
Kapan Timing Belt Sebaiknya Diganti?
Interval penggantian timing belt umumnya berkisar antara 60.000 hingga 100.000 kilometer, tergantung jenis kendaraan, kondisi jalan yang sering dilalui, dan gaya mengemudi.
Selain jarak tempuh, usia kendaraan juga menjadi pertimbangan—penggantian disarankan setiap 5–7 tahun meskipun mobil jarang digunakan. Timing belt yang tidak aktif dalam waktu lama bisa mengeras, retak, dan rentan putus saat mesin dinyalakan.
Berikut perkiraan interval penggantian berdasarkan jenis mobil:
-City Car: 80.000 – 100.000 km
-MPV: 60.000 – 100.000 km
-SUV: 60.000 – 90.000 km
-Mobil Diesel: 60.000 – 80.000 km
-Mobil Niaga: 60.000 km
Meski begitu, acuan terbaik tetap mengacu pada buku panduan kendaraan masing-masing.
Selain berdasarkan jarak tempuh, penggantian juga disarankan jika mobil jarang digunakan atau lama tidak dipanaskan, mobil pernah terendam banjir, atau muncul suara tidak wajar dari ruang mesin.
Cara Merawat Timing Belt agar Awet
Untuk memperpanjang usia pakai timing belt, berikut sejumlah langkah perawatan yang dapat dilakukan:
1. Rutin servis berkala di bengkel resmi guna memantau kondisi belt dan komponen pendukungnya.
2. Gunakan oli berkualitas sebab pelumasan yang optimal berpengaruh pada ketahanan belt.
3. Hindari kebiasaan mengemudi agresif yang membuat beban kerja mesin lebih tinggi.
4. Perhatikan suara dan getaran tidak wajar dari mesin sebagai deteksi dini kerusakan.
5. Periksa komponen pendukung, seperti tensioner, pulley, camshaft sprocket, hingga water pump.