Bisnis.com, JAKARTA - Industri otomotif Indonesia kini berada dalam kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) ditandai dengan perubahan yang cepat di teknologi, regulasi, perilaku konsumen, dan persaingan.
Fokus pada elektrifikasi untuk mengurangi emisi karbon mendorong pengembangan kendaraan xEV (hybrid, plug-in hybrid, kendaraan listrik), menciptakan persaingan ketat yang menuntut perubahan besar dalam value chain.
Tekanan mencapai target NDC 2030 dan NZE 2060 memaksa perusahaan beralih ke teknologi ramah lingkungan. Konsumen kini lebih peduli pada green technology, mencari kendaraan efisien yang berdampak minimal terhadap lingkungan, membuat loyalitas konsumen menjadi dinamis.
Regulasi pemerintah yang progresif menambah ketidakpastian bagi perusahaan. Persaingan juga makin ketat karena selain tekanan dari pemain tradisional, ditambah pendatang baru yang agresif masuk ke pasar Indonesia. Perubahan yang makin volatil dan kompleks ini menyebabkan ketidakpastian tinggi bagi para pemain industri otomotif.
Dalam situasi VUCA, perusahaan otomotif di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam merespons perubahan yang cepat dan tidak menentu. Misalnya, perubahan regulasi terkait insentif kendaraan listrik yang progresif membuat produsen kesulitan menyesuaikan strategi. Perilaku konsumen yang makin sadar lingkungan mendorong permintaan terhadap kendaraan ramah lingkungan, sementara perusahaan yang lambat mengalihkan fokus produksi berisiko kehilangan pangsa pasar. Mengandalkan pendekatan konvensional secara linier dalam perencanaan jangka menengah hingga panjang menjadi lebih berisiko, karena strategi tersebut sering kali tidak dapat menyesuaikan dengan dinamika eksternal yang terus berubah secara tidak menentu.
Ketika pendekatan perusahaan tidak lagi sejalan dengan perubahan eksternal, dampaknya bisa terjadi mulai dari masalah-masalah kecil, seperti kesalahan dalam mengantisipasi permintaan pasar, salah alokasi sumber daya dalam investasi teknologi yang tidak relevan, atau produk yang tidak sesuai dengan ekspektasi konsumen. Misalnya, jika perusahaan terlambat mengantisipasi perubahan perilaku konsumen menuju kendaraan ramah lingkungan, mereka bisa kesulitan menyesuaikan teknologi. Pada awalnya, masalah ini mungkin tampak kecil dan kurang terlihat oleh manajemen.
Baca Juga
Namun, seiring waktu, masalah-masalah di atas bisa berkembang menjadi masalah yang lebih serius, seperti produk yang tidak diterima konsumen karena tidak sesuai tren pasar. Ketika masalah ini disadari dikemudian hari, maka recovery-nya akan membutuhkan waktu, sumber daya, dan effort yang lebih banyak. Oleh karena itu, penting bagi organisasi memiliki kemampuan untuk menghadapi perubahan lingkungan VUCA untuk menghindari dampak negatif yang makin besar.
Untuk menghadapi kondisi VUCA dalam perencanaan jangka menengah hingga panjang, organisasi perlu mengembangkan kemampuan dynamic untuk bisa merespons perubahan eksternal dengan tepat. Banyak bukti scientific menunjukkan bahwa corporate strategic foresight efektif dalam memperkuat kemampuan dynamic dalam hal agility, innovation, dan ambidexterity. Kemampuan ini penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis di tengah perubahan yang makin tidak menentu.
Pendekatan foresight membantu organisasi mengembangkan tiga kemampuan penting. Pertama, perceiving, yaitu mendeteksi dan memahami pola perubahan yang sedang terjadi. Kedua, prospecting, yang memungkinkan organisasi menganalisis tren dan skenario masa depan untuk menemukan peluang dan mengantisipasi ancaman. Ketiga, probing, yaitu mengambil tindakan lebih awal berdasarkan analisis, sehingga perusahaan bisa bersikap proaktif.
Contoh konkritnya adalah bagaimana Toyota menggunakan foresight untuk menangkap pergeseran perilaku konsumen. Dengan layanan Kinto, Toyota merespons perubahan dari kepemilikan mobil menjadi penggunaan berbasis langganan, menciptakan model bisnis baru yang menjaga relevansi dan pertumbuhan perusahaan.
Beberapa perusahaan global telah berhasil menerapkan corporate strategic foresight. Toyota, misalnya, melihat peluang transisi ke elektrifikasi sejak awal dan mengembangkan hybrid electric vehicle (HEV), menjadikannya pemimpin di pasar dunia kendaraan hybrid. Dengan foresight, Toyota tetap relevan di pasar otomotif global yang bergerak menuju kendaraan ramah lingkungan.
Unilever menggunakan foresight untuk merespons pergeseran konsumen ke produk ramah lingkungan dan mengembangkan portofolio berkelanjutan. Amazon juga menerapkan foresight untuk memprediksi perubahan perilaku belanja, memperkuat posisinya di e-commerce dan logistik. Ketiga perusahaan ini menunjukkan bagaimana foresight membantu mereka memimpin pasar dengan inovasi yang sesuai kebutuhan masa depan.
Dalam menghadapi dunia bisnis yang penuh ketidakpastian atau VUCA, penerapan corporate strategic foresight menjadi kunci bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang secara berkelanjutan. Foresight membantu organisasi tidak hanya merespons perubahan, tetapi juga memanfaatkan peluang sebelum pesaing.