Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Tutup Peluang China Soal Pasokan Baterai, Begini Nasib RI?

Pemerintah AS mengumumkan rencana untuk mengecualikan perusahan asal China dalam penerimaan potongan pajak untuk investasi rantai pasokan baterai listrik.
Perakitan baterai untuk mobil listrik/ Bloomberg
Perakitan baterai untuk mobil listrik/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana untuk mengecualikan perusahan asal China dalam penerimaan potongan pajak untuk investasi rantai pasokan kendaraan listrik. Indonesia pun telah bermitra dengan beberapa entitas Negeri Tirai Bambu dalam upaya memasok baterai.

Dilansir dari Reuters pada Rabu (6/12/2023), beleid yang memberikan keringanan pajak untuk investasi rantai pasok mobil listrik di AS adalah Bipartisan Infrastructure Law atau Undang-Undang Infrastruktur Bipartisan yang memberikan potongan sebesar US$6 miliar untuk baterai maupun bahan bakunya.

Kemudian Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) mencakup subsidi hingga US$7.500 untuk setiap kendaraan dengan energi terbarukan atau new energy vehicle.

Kedua beleid tersebut secara eksplisit telah mengecualikan Foreign Entity Of Concern (FEOC). Departemen Energi dan Departemen Keuangan AS mengonfirmasi bahwa istilah tersebut akan berlaku untuk China, Rusia, Korea Utara, dan Iran.

Pemerintah AS juga mengusulkan kriteria dengan ambang batas kepemilikan 25% ambang batas kepemilikan saham untuk menentukan suatu perusahaan dapat dikendalikan oleh FEOC.

Dominasi China dalam rantai pasok baterai mobil listrik secara global kerap kali terwujud dalam bentuk perusahaan patungan yang menggandeng mitra dari negara-negara barat. Adanya ketentuan berpotensi menimbulkan konsekuensi bagi produsen mineral.

Adanya ketentuan FEOC dimaksud untuk menyelaraskan persyaratan pada IRA bahwa setiap subsidi mobil listrik bergantung pada bobot seluruh pasokan material yang berasal dari dalam negeri maupun mitra free trade agreement (FTA).

Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan insentif pada pembangunan rantai pasok tambang ke baterai dalam negeri sekaligus menghilangkan ketergantungan produsen mobil AS terhadap China.

Meski demikian, hal ini menimbulkan masalah bagi negara dan perusahaan yang telah bermitra dengan entitas China untuk pasokan baterai mobil listrik seperti litium, kobalt, dan nikel.

Indonesia yang telah menjadi salah satu produsen nikel terbesar dunia dalam beberapa tahun terakhir pun tidak memiliki kesepakatan FTA dengan AS. Bahkan Indonesia tidak memiliki kesepakatan untuk melakukan diskusi terbatas mengenai kesepakatan dari mineral.

Hal ini lantaran sektor nikel di Indonesia telah didominasi oleh entitas asal China yang melopori pengolahan cadangan nikel dengan kadar relatif rendah menjadi bahan baku baterai tingkat kemurnian tinggi seperti nikel sulfat.

Sejauh ini hanya PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam, dan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) yang dapat menembus aturan FEOC apabila Indonesia mampu mencapai perjanjian dagang dengan AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper