Bisnis.com, JAKARTA – Meski pangsa belum besar, penjualan mobil terelektrifikasi di Indonesia meningkat kuat sepanjang 9 bulan pertama tahun ini. Lokalisasi menjadi hal penting dalam pengembangan kendaraan listrik.
Berita tentang produksi lokal kunci akselerasi industri mobil listrik menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Kamis (26/10/2023):
1. Produksi Lokal Kunci Akselerasi Industri Mobil Listrik
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil terelektrifikasi sepanjang Januari-September 2023 meningkat 368% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 9.478 unit menjadi 44.344 unit.
Mobil terelektrifikasi tersebut mencakup kendaraan listrik baterai (battery electric vehicle/BEV), kendaraan listrik hibrida plug-in (plug-in hybrid electric vehicle/PHEV), dan kendaraan listrik hibrida (hybrid electric vehicle/HEV).
Di antara ketiga tipe kendaraan terelektrifikasi, HEV semakin mendominasi segmen pasar kendaraan terelektrifikasi seiring dengan akselerasi penjualannya yang melejit sepanjang 9 bulan pertama tahun ini.
Penjualan HEV pada Januari-September 2023 meningkat 502% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 5.667 unit menjadi 34.108 unit. Pangsa HEV di segmen kendaraan terelektrifikasi meningkat dari 59,79% menjadi 76,92%.
Adapun penjualan kendaraan tipe BEV pada Januari-September menerakan akselerasi tetapi jauh lebih lemah. Penjualan mobil listrik bertenaga sepenuhnya baterai hanya tumbuh 168% dibandingkan dengan periode 9 bulan pertama 2022 sebanyak 3.801 unit menjadi 10.171 unit.
Sementara itu, penjualan mobil tipe PHEV masih sangat minim, kendati laju penjualan meningkat signifikan. Penjualan PHEV pada Januari-September 2023 tercatat 65 unit, naik 550% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yakni 10 unit.
2. Bisnis Remitansi Bank Jumbo Tumbuh Subur
Kalangan perbankan membukukan kinerja yang positif pada bisnis remitansi atau pengiriman uang ke dalam negeri sepanjang tahun ini, menjadikan pundi-pundi pendapatan kian menebal.
PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), misalnya, melaporkan bahwa bisnis remitansi hingga kuartal III/2023 meningkat signifikan baik secara frekuensi transaksi maupun perolehan fee based income (FBI).
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mencatat frekuensi transaksi remitansi BNI meningkat 43,2% secara tahunan atau year-on-year (YoY) menjadi 5,4 juta items transaksi, sedangkan FBI meningkat 14,6% YoY menjadi Rp193 miliar.
Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai hal di antaranya transformasi digital dalam proses bisnis remitansi, khususnya dengan adanya fitur international transfer di BNI Mobile Banking untuk nasabah personal dan BNI Direct untuk nasabah corporate.
Di samping itu, Okki menyebut pihaknya terus mendorong utilisasi penggunaan API dengan partner-partner di luar negeri. Saat ini, tercatat sekitar 100 partner di luar negeri yang aktif menyalurkan remittance ke Indonesia melalui BNI.
Di sisi lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) melaporkan frekuensi remitansi meningkat sebesar 8,75% YoY pada kuartal III/2023. Hal ini didukung dengan diluncurkannya fitur Transfer Valas di Livin’ by Mandiri pada 15 Februari 2023.
3. Semringah Emiten Properti Sambut Insentif PPN DTP
Keputusan pemerintah untuk kembali memberlakukan insentif pembebasan pajak pertambahan nilai atau PPN bagi pembelian rumah di bawah Rp2 miliar berhasil mengukir senyum di kalangan emiten properti, setelah kenaikan suku bunga menghantui kinerja mereka.
Tiga emiten properti papan atas, yakni PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), dan PT Intiland Development Tbk. (DILD) kompak menyambut baik langkah pemerintah tersebut yang dinilai positif bagi sektor properti dan perekonomian secara keseluruhan.
Direktur Bumi Serpong Damai, Hermawan Wijaya, menuturkan bahwa insentif yang digelontorkan oleh pemerintah dinilai dapat mendongkrak pertumbuhan sektor properti.
Kondisi tersebut, lanjutnya, dapat dilihat pada pertumbuhan industri properti saat insentif serupa diberlakukan oleh pemerintah pada masa pandemi Covid-19 silam. Dia pun berharap aturan teknis terkait insentif tersebut dapat segera diterbitkan.
“Untuk saat ini, kami masih menunggu diterbitkannya PMK [Peraturan Menteri Keuangan] mengenai kebijakan insentif ini,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (25/10/2023).
4. Kala Kinerja BPD Makin Lesu di Awal Semester Kedua 2023
Laba kelompok bank pembangunan daerah makin anjlok pada awal paruh kedua tahun ini, jauh berbeda dibandingkan bank-bank umum lainnya yang justru sukses mencetak peningkatan laba. Lantas, bagaimana prospek kelompok bank ini hingga akhir tahun nanti?
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba BPD pada Juni 2023 mengalami penurunan 7,57% secara tahunan (year-on-year/ YoY) menjadi Rp7,2 triliun.
Kemudian, sebulan setelahnya atau Juli 2023, kinerja laba BPD turun lebih dalam 9,53% YoY menjadi Rp8,15 triliun.
Berbeda dengan BPD, jenis bank-bank lainnya mencatatkan pertumbuhan labanya masing-masing. Bank pelat merah atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) misalnya mencatatkan laba Rp72,42 triliun pada Juli 2023, naik 15,22% YoY.
Bank swasta mencatatkan peningkatan laba 26,63% YoY menjadi Rp53,78 triliun. Bahkan, laba kantor cabang bank luar negeri melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi Rp6,76 triliun.
5. Waswas Bisnis Properti Hadapi Sentimen Negatif Jelang Pemilu
Setelah terjerat pandemi Covid-19 dari tahun 2020 hingga 2022 rupanya sektor properti belum sepenuhnya pulih atau rebound seperti sebelum pandemi, meski bisa bertahan melawan badai. Namun demikian, industri properti tengah cemas terhadap sejumlah sentimen negatif mulai dari perang Rusia dengan Ukraina yang belum usai sejak awal tahun lalu.
Kemudian ditambah lagi konflik Israel dan Palestina pada akhir September menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kondisi ekonomi global. Eskalasi geopolitik di Timur Tengah akan berdampak pada peningkatan harga energi dan kenaikan pangan yang tentu juga berimbas pada perekonomian domestik. Kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat juga ikut mengancam stabilitas ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia mulai memasuki hajatan Pemilu RI pada 2024. Selain itu, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik 25 basis poin (bps) menjadi 6%. Kenaikan suku bunga acuan ini untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global dan sebagai langkah preventif dan forward looking memitigasi dampaknya kepada imported inflation.
Sebagai langkah mitigasi, Presiden Joko Widodo kembali memberikan insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terhadap properti residensial komersial atau non subsidi di bawah Rp2 miliar.
Adapun pada saat pandemi Covid-19 dari 2021 hingga September 2022, pemerintah memberikan insentif PPN DTP untuk sektor properti dengan harga di bawah Rp2 miliar. Pemerintah juga memberikan insentif untuk perumahan yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan memberikan bantuan uang administrasi senilai Rp4 juta.
Sejumlah insentif tersebut sebagai upaya untuk mendongkrak daya beli hingga ekonomi nasional di tengah tren suku bunga tinggi. Insentif properti itu tentunya juga akan mengerek sejumlah sektor turunan. Adapun terdapat 114 sektor turunan yang akan terdongkrak kebutuhannya seperti semen, batu bata, pasir, kayu, pintu, kaca, hingga keramik.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan krisis geopolitik global tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap kinerja sektor properti di Indonesia baik dari segi pasokan maupun permintaan. Namun, tahun politik diperkirakan akan berpengaruh terhadap kinerja sektor properti karena umumnya investor dan pengembang diperkirakan melakukan wait and see terutama karena ada potensi pembaharuan kebijakan.