Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia masih mengalami berbagai hambatan dan rintangan sebelum memiliki dampak terhadap perekonomian secara berkelanjutan.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan, salah satu tantangan yang muncul adalah pengolahan baterai kendaraan listrik yang membutuhkan biaya cukup besar dan teknologi yang canggih. Terbatasnya infrastruktur untuk pembangunan baterai kendaraan listrik pun juga menjadi tantangan yang dihadapi saat ini.
“Maka dari itu, perlu adanya dukungan dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat Indonesia dalam rangka percepatan kendaraan berbasis listrik yang tidak hanya berbentuk infrastruktur, tetapi juga regulasi serta produksi,” ujar Johanna dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9/2023).
Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan dukungan melalui regulasi dan insentif pendukung lainnya sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi. Selain itu, subsidi harga juga dapat menarik minat masyarakat untuk beralih kepada kendaraan listrik.
Beberapa bantuan pemerintah dan insentif fiskal untuk ekosistem kendaraan listrik, di antaranya adalah seperti tax holiday hingga 20 tahun, pembebasan PPN atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin, dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor, hingga insentif perpajakan dengan PPnBM 0 persen.
Program PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik roda empat atau lebih pun diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023.
Baca Juga
Dalam beleid tersebut kendaraan listrik roda empat dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen mendapat potongan PPN 10 persen sehingga dari yang awalnya sebesar 11 persen menjadi hanya 1 persen.
Kemudian, untuk insentif bus listrik mendapat pengurangan PPN 5 persen sehingga PPN yang harus dibayarkan menjadi 6 persen dengan syarat TKDN berada di kisaran 20-40 persen dan dirakit di Indonesia. Selanjutnya, untuk bus dengan TKDN 40 persen mendapatkan pengurangan PPN sampai 10 persen.
Di sisi lain, pemerintah juga sedang mengkaji insentif berupa PPN sebesar 0 persen untuk impor mobil listrik CBU bagi para investor yang sudah menanam modal dan membangun pabrik untuk produksi kendaraan listrik di Indonesia.
Selanjutnya, untuk insentif kendaraan roda dua diatur dalam Permenperin Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Permenperin No. 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.
Melalui beleid ini, syarat penerimaan subsidi motor listrik pun diubah dengan masyarakat hanya perlu menunjukkan nomor induk kependudukan (NIK) saat melakukan pembelian. Adapun, 1 KTP hanya berlaku untuk pembelian 1 unit motor listrik.
“Kebijakan peralihan penggunaan bahan bakar minyak menjadi kendaraan motor listrik, tentunya membawa dampak positif bagi Indonesia yang memiliki cadangan bahan baku nikel terbesar di dunia, yang kita harapkan nantinya dapat menguasai pasar bahan baku baterai secara global”, tambah Johanna.
Adanya, program percepatan kendaraan listrik juga memberikan sejumlah manfaat lainnya bagi Indonesia seperti penurunan biaya kesehatan akibat peningkatan kualitas udara, potensi penciptaan lapangan kerja dari industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) maupun komponen KBLBB, serta potensi keuntungan pengendara yang berasal dari penghematan biaya bahan bakar dan perawatan kendaraan.