Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berujung Petisi, Instran: Subsidi Kendaraan Listrik 'Konyol'

Instran menyebut subsidi kendaraan listrik menjadi langkah konyol dan kini mendapatkan petisi dari masyarakat.
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Aspirasi masyarakat atau petisi mengenai pencabutan subsidi kendaraan listrik sudah sudah ditandatangani sebanyak 1.368 orang dalam waktu sepekan.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang sebagai pembuat petisi itu menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi kendaraan listrik adalah perilaku ‘konyol’. Pasalnya, subsidi yang biasanya menyasar kepada kelompok kurang mampu, kini malah diberikan untuk golong masyarakat menengah ke atas.

“Sebuah perencanaan konyol, masa orang kaya akan beli kendaraan malah disubsidi. Nomenklatur kita untuk subsidi biasanya diberikan bagi kelompok yang tidak mampu, namun kini ada subsidi untuk orang mampu guna beli kendaraan baru,” tulisnya dalam situs petisi, dikutip Selasa (7/2/2023).

Lebih lanjut, Deddy menyebut bahwa tanpa subsidi pun telah membuat jalananan Tanah Air macet yang luar biasa, terutama di kota besar. Dia juga membeberkan perbandingan bahwa mengacu pada data Bappenas dan JUTPI, penggunaan kendaraan pribadi mendominasi jalanan Indonesia.

“Bila beli kendaraan listrik akan disubsidi, kita mau jalan lewat mana lagi ? Data Bappenas 2021 secara nasional, pengguna kendaraan umum dibawah 20 persen atau 80 persen lebih menggunakan kendaraan pribadi. Data JUTPI 2018 di Jabodetabek pengguna angkutan umum massal sebesar 9 persen (bukan taksi) sedangkan 91 persen adalah pengguna kendaraan pribadi,” jelasnya.

Artinya, dengan pertumbuhan kendaraan tiap tahun berkisar 5 – 11 persen, tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan dinilai hanya 0,01 persen. Alhasil, jika pembelian kendaraan diberikan subsidi tentunya akan lebih cepat mempersempit ruang jalan ke depannya.

Deddy menyebutkan sebaiknya subsidi diberikan untuk pembangunan transportasi umum. Dia mengambil contoh, hingga saat ini pembangunan LRT Jakarta masih mandek dalam jarak 5,8 km akibat kurangnya pendanaan.

“Pembangunan LRT Jakarta masih mentok 5,8 km saja karena dana terbatas. Mengapa dana subsidi itu tidak digunakan saja untuk pengembangan infrastruktur angkutan umum massal malah lebih berguna untuk orang banyak. Atau dana subsidi tersebut dapat digunakan untuk pembangunan atau perawatan jaringan jalan yang masih memprihatinkan di daerah-daerah pelosok Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, Papua dan lain-lain malah lebih masuk akal,” tutupnya dalam petisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper