Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Bakal Subsidi Kendaraan Listrik, Dananya dari Mana?

Kemenkeu tengah memperhitungkan pemberian insentif mobil dan motor listrik yang akan diambil dari APBN 2023.
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah telah mengungkapkan perkiraan dari besaran insentif untuk pembelian mobil listrik dan motor listrik. Namun, hingga saat ini aturan pemberitan insentif masih belum diterbitkan.

Kendati demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dikabarkan tengah memperhitungkan pemberian insentif ini akan masuk dalam perhitungan anggaran pendapatan belanja dan belanja negara atau APBN 2023.

"Seperti yg sudah saya sampaikan kita akan menghitung. Pertama, kita dukung untuk pembangunan industrinya, kita menghitung dari struktur insentif yang diberikan dampaknya ke APBN kita karena itu dimasukan ke 2023," ujar Sri Mulyani pada Kamis (15/12/2022).

Sri Mulyani menambahkan, pemberian insentif ini masih perlu dibahas baik dalam internal pemerintah dan DPR. “Akan diselesaikan di internal pemerintah dan DPR,” ungkapnya.

Adapun Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyampaikan saran untuk sumber insentif kendaraan listrik ini bisa diambil dari cukai kendaraan yang menghasilkan karbon tinggi.

"Komitmen pemerintah Rp7,8 triliun itu akan kami sangat hargai, tapi akan lebih bagus setelah itu kita set up regulasi yang tidak membebani APBN, anggaran tadi jangan diambil dari APBN, melainkan dari cukai yang tidak memenuhi standar karbon," ujar Ahmad dalam 'FGD Zero Carbon Emission Vehicle' belum lama ini.

Pria yang biasa disapa Puput itu menyarankan agar pemerintah untuk segera menerapkan detail mengenai standar karbon kendaraan bermotor baik yang sudah diproduksi atau dipasarkan di Indonesia.

Lebih lanjut, menurut Puput menyampaikan konsep ini cukup adil. Mengingat Indonesia telah mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan pada 1992 di Rio de Janeiro.

Salah satu prinsipnya adalah prinsip Polluter Pays Principle, yang artinya siapa yang telah menghasilkan pencemaran lebih banyak harus bisa membayar atas dampak yang diberikannya.

"Saya pikir adil ya, toh kita sudah mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan 1992 yang ditandatangani di Rio de janeiro, itu salah satu prinsip polluter pays priciple siapa yang membuat polusi yang membayar," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper