Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendaraan Ramah Lingkungan, Jalan Meliuk Menuju Netralitas Karbon

Beberapa produsen mobil Tanah Air agresif merilis produk kendaraan listrik ataupun gabungan (hybrid) sejalan dengan tingginya kesadaran setiap individu atas lingkungan.
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Fatmawati, Jakarta, Sabtu (12/12/2020). Fast charging 50 kW ini didukung berbagai tipe gun mobil listrik. ANTARA FOTOrn
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Fatmawati, Jakarta, Sabtu (12/12/2020). Fast charging 50 kW ini didukung berbagai tipe gun mobil listrik. ANTARA FOTOrn

Bisnis.com, JAKARTA – Dalam sebulan terakhir beberapa produsen mobil Tanah Air memperkenalkan produk kendaraan listrik ataupun gabungan antara listrik dan bensin. Energi terbarukan menjadi hal tak bisa dihindarkan mengingat tingginya kesadaran setiap individu atas lingkungan dan dampak pemanasan global.

Dikutip dari BloombergNEF, dikutip Bisnis, Selasa (14/6/2022), laporan ketujuh mereka terkait asumsi kendaraan listrik (EV) jangka panjang menyebut saat ini hampir 20 juta electric vehicle (EV) sudah lalu-lalang di jalan. Elektrifikasi juga telah menyebar ke segmen transportasi lainnya.

Ada lebih dari 1,3 juta EV komersial, termasuk bus, van pengiriman dan truk, serta lebih dari 280 juta kendaraan roda dua dan tiga sudah mengaspal di jalanan secara global.

Terlepas dari peningkatan pesat dalam adopsi EV, BloombergNEF melaporkan transportasi jalan masih belum berada di jalur netralitas karbon pada 2050.

Hanya dengan mengganti sistem kerja mobil, yaitu drivetrain, hal tersebut dinilai bukan sebagai cara yang paling efisien untuk menghasilkan nol bersih atau net zero.

“Tindakan agresif dari pembuat kebijakan akan diperlukan, terutama pada kendaraan yang lebih berat, di mana baterai dan sel bahan bakar hidrogen bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar. Jendela untuk tetap berada di jalur nol bersih akan ditutup dengan cepat,” tulis laporan tersebut dikutip seperti dikutip Bisnis.

Penjualan EV penumpang akan terus meningkat tajam pada tahun-tahun mendatang. Faktornya adalah tekanan kebijakan terus meningkat, lebih banyak model memasuki pasar, dan minat konsumen meningkat.

BloombergNEF memperkirakan penjualan kendaraan plug-in naik dari 6,6 juta pada 2021 menjadi 20,6 juta pada 2025. Angka tersebut lebih tinggi dari asumsi tahun lalu, terutama karena adopsi yang lebih tinggi di China.

Kendaraan Ramah Lingkungan, Jalan Meliuk Menuju Netralitas Karbon

All New Ertiga Hybrid - Bisnis/Jaffry Prabu

Di saat yang sama, meningkatnya biaya baterai tidak menggagalkan adopsi EV jangka pendek. Tingginya biaya bahan baku baterai mulai dari serangan Rusia ke Ukraina hingga inflasi telah mendorong harga bensin dan solar ke rekor tertinggi. Alhasil, kondisi ini justru mendorong lebih banyak minat konsumen pada EV. Kendaraan bermesin pembakaran dalam juga menjadi lebih mahal untuk diproduksi.

Pada 2025, kendaraan plug-in diperkirakan mewakili 23 persen dari penjualan kendaraan penumpang baru secara global. Angka ini naik dari hanya di bawah 10 persen pada 2021.

Tiga perempat di antaranya adalah kendaraan listrik baterai penuh atau Battery Electrc Vehicle (BEV). Hibrida plug-in tidak memperoleh pangsa pasar yang signifikan di luar Eropa dan mencapai puncaknya secara global sekitar 2026.

Sementara itu, pangsa penjualan EV di beberapa pasar jauh lebih tinggi mencapai 39 persen dari penjualan pada 2025 di China dan di Eropa. Beberapa pasar mobil utama Eropa bahkan bergerak lebih cepat, dengan Jerman, Inggris, dan Prancis sekitar 40 persen sampai 50 persen pada 2025.

China dan Eropa menyumbang hampir 80 persen dari penjualan EV pada 2025 dengan adopsi berjalan jauh lebih lambat di tempat lain. Pasar AS mulai meningkat dari 2023 tetapi masih hanya mewakili 15 persen dari pasar EV global pada 2025.

Yang terpenting dari laporan tersebut, tulis BloombergNEF adalah fakta bahwa pasar sedang bergeser. Hal ini didorong oleh kebijakan ke pasar karena meningkatnya permintaan konsumen organik.

“Ketika penggerak regulasi mulai kurang berperan, dinamika adopsi konsumen mengambil alih. Pasokan sudah menjadi kendala adopsi yang lebih besar daripada permintaan di banyak negara,” terangnya.

Hybrid Menjadi Awal di Indonesia

Di Indonesia, minat masyarakat terhadap mobil ramah lingkungan masih kecil. Ini terlihat dari keseluruhan penjualan EV, mobil hybrid, dan plug in hybrid EV sepanjang Januari hingga April 2022 hanya 929 unit.

Padahal, secara total penjualan mobil di tanah air pada periode tersebut adalah 346.849 unit. Artinya, penjualan mobil ramah lingkungan hanya berkontribusi 0,26 persen.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nagoi mengatakan kendaraan listrik bisa menjadi jawaban atas masalah yang terjadi pada situasi global seperti mulai terbatasnya bahan bakar fosil hingga efek rumah kaca.

Dia mencontohkan mobil dengan bahan bakar minyak (BBM) hanya bisa menempuh maksimal 12 km untuk 1 liter. Dengan kendaraan hybrid, iritnya bisa dua kali lipat.

Meski begitu, kendaraan ramah lingkungan lebih mahal dari yang berbahan bakar minyak. Hal tersebut bisa terjadi akibat bahan baku yang cukup tinggi. Yohannes menuturkan bahwa mobil listrik baterai harganya bisa dua kali lipat dari yang bermesin BBM.

Faktor itu yang diakui pelaku usaha kesulitan. Berdasarkan studi Gaikindo, membuat mobil konvensional membutuhkan US$15.000. Sebaliknya hybrid sekitar US$18.000, plug in US$23.000, dan mobil baterai US$26.000.

Oleh karena itu, dia pribadi melihat dalam waktu dekat pamor kendaraan ramah lingkungan belum bisa bersinar. Kecuali harganya bisa bersaing dengan mobil BBM.

“Nanti dengan teknologi yang lebih maju dan skala ekonomi lebih baik, harusnya kendaraan hemat BBM itu bisa lebih terjangkau,” katanya saat dihubungi beberapa waktu yang lalu.

Corporate Affairs Director Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam melihat potensi yang ada, mobil hybrid seharusnya sudah mulai dilirik pasar. Kendaraan tersebut juga bisa menjadi langkah awal mengubah pola perilaku masyarakat menuju EV. 

Hybrid hemat bahan bakar sampai dengan 50 persen. Mestinya jadi solusi, apalagi harga bensin naik ya,” jelasnya melalui pesan instan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper