Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendaraan Mesin Flexy Bisa Turunkan Emisi Karbon, Ini Buktinya

Selain produk kendaraan listrik yang menjadi topik utama untuk pengurangan emisi karbon, ada juga kendaraan berbahan bakar fleksibel atau alternatif yang disebut “flexy”.
Petugas mengisi bahan bakar B30 ke kendaraan saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40.000 dan 50.000 kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun./Antara - Aprillio Akb
Petugas mengisi bahan bakar B30 ke kendaraan saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40.000 dan 50.000 kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun./Antara - Aprillio Akb

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia harus membuka diri untuk mendukung keberadaan kendaraan berbahan bakar fleksibel atau alternatif yang disebut “flexy” guna mengurangi emisi karbon.

Flexy engine adalah sebutan untuk mobil yang menggunakan campuran dua bahan bakar yang berbeda, contohnya, mobil yang menggunakan bahan bakar campuran bensin dan etanol.

Untuk kendaraan berbahan bakar ethanol, Indonesia sudah mampu memproduksinya. Bahkan, mobil berbahan bakar ethanol buatan Indonesia sudah diekspor.

"[Mobil ethanol] telah diproduksi di Indonesia bahkan sudah diekspor ke Argentina dan Brasil, untuk di sana digunakan dengan E85 [ethanol 85 persen]. Inilah alternatif-alternatif yang ada untuk menuju ke arah green mobility, ke arah dekarbonisasi. Opsi-opsi tadi akan menarik sekali kalau misalnya tebu bisa kita optimalkan bikin gula, tapi sisi lain juga untuk membuat ethanol. Jagung, singkong dan sebagainya," kata Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara dalam diskusi virtual dengan Forum Wartawan Otomotif (Forwot).

Seperti diketahui, industri otomotif termasuk industri prioritas yang tercantum dalam kebijakan masa depan terkait wacana Making Indonesia 4.0. Produsen kendaraan ditantang untuk menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan guna mengurangi emisi karbon.

Pemerintah Indonesia telah menyusun serangkaian kebijakan, seperti adanya Permenperin No.36/2021 tentang kendaraan bermotor roda empat rendah emisi (LCEV/low carbon emission vehicle). Beleid itu menyatu dengan ketentuan perpajakan sebagaimana diatur PP No.73/2019 dan revisinya.

Mobil berteknologi rendah emisi dan berpotensi mendorong tingkat industrialisasi berdasarkan beleid tersebut mencakup LCGC, HEV, PHEV, BEV, FCEV, dan kendaraan mesin flexy.

Selain itu, untuk menumbuhkan produksi kendaraan berbahan bakar alternatif ini, pemerintah akan memberikan insentif. Hal ini diatur dalam program low carbon emission vehicle (LCEV).

Untuk bahan bakar terbarukan, di Indonesia saat ini ada biodiesel B30 yang mencampurkan 30 persen bahan bakar nabati. Program biodiesel 30 ini sudah berlangsung sejak tahun lalu.

"Ini bisa ditingkatkan sampai B40 walaupun perlu waktu pengembangan. Teknologi engine masih sama tapi yang perlu dikembangkan adalah teknologi bahan bakar, bagaimana spesifikasinya memenuhi engine yang ada. Ini mampu menurunkan emisi gas buang," jelasnya.

Tetapi, bahan bakar nabati di Indonesia baru tersedia versi diesel. Padahal, 75 persen kendaraan di Indonesia menggunakan mesin bensin.

"Bahan bakar alternatif pengganti/campuran bensin bisa kita kembangkan atau bisa memanfaatkan sumber nabati, ethanol. Sumbernya banyak. Kita bisa gunakan jagung, kita bisa mengolah singkong, kita bisa manfaatkan tebu, dan lain sebagainya," kata Kukuh.

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mendukung pengembangan kendaraan mesin flexy, yang menurutnya dapat berkontribusi dalam pengurangan gas rumah kaca.

“Kementrian ESDM terus mendorong pemanfaatan bahan bakar yang semakin mengurangi dampak terhadap lingkungan, khususnya emisi gas rumah kaca. Beberapa yang tengah berjalan saat ini adalah pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN), salah satunya pengembangan kendaraan mesin flexy ini,” ujar Dadan kepada Bisnis, Senin (14/02/2022).

Kementerian ESDM masih terus mengkaji kendaraan-kendaraan rendah emisi untuk mengetahui jenis kendaraan yang paling feasible diterapkan di masa kini maupun masa yang akan datang.

“Kami tengah mengkaji pemanfaatan Bahan Bakar Gas [BBG], kendaraan listrik, dan juga Bahan Bakar Nabati [BBN] termasuk kendaraan flexy engine ini. Pemilihan opsi kendaraan mana yang paling feasible tentu akan merujuk pada pengalaman sebelumnya,” tutup Dadan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper