Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menyatakan pabrikan otomotif belum mampu memenuhi target tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mobil listrik karena keterbatasan kapasitas produksi dan pasokan bahan baku domestik yang rendah.
Hal itu pun mendorong revisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 27/2020 sebagai aturan turunan dari Peraturan Presiden No. 55/2019 tentang percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai.
Dalam Perpres No. 55/2019, pemerintah menetapkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 40 persen untuk roda dua sampai 2023. Sedangkan untuk kendaraan roda empat, TKDN-nya dipatok sebesar 35 persen pada tahun ini, dan meningkat menjadi 40 persen pada 2022 hingga 2023.
Andi Komara, Pembina Industri Ahli Muda di Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (Imatap), Kemenperin mengatakan hal tersebut juga merupakan aspirasi dari industri kendaraan.
"Berdasarkan kemampuan industri saat ini dan aspirasi dari perusahaan industri, cukup sulit mencapai pendalaman lokalisasi. Meskipun kami sudah memasukkan faktor R&D dan perakitan, ternyata masih cukup sulit untuk memenuhi target TKDN yang ada di Perpres 55," kata Andi dalam acara Indonesia Electric Motor Show 2021, Rabu (24/11/2021).
Dia menjelaskan, pada usulan revisi Permenperin No. 27/2020, Kemenperin mengajukan perubahan pada sejumlah poin penghitungan TKDN. Komponen utama yakni baterai listrik akan diubah bobotnya menjadi 30 persen hingga 2023, dan dikembalikan menjadi 35 persen pada 2024 dan seterusnya.
Adapun komponen drive train juga diturunkan proporsinya dari 13 persen menjadi 10 persen. Komponen pendukung seperti sistem kemudi, suspensi, sistem pengereman, sistem roda, dan sistem elektronik dan pendingin udara juga diturunkan masing-masing menjadi 2 persen, 1 persen, 2 persen, 1 persen, dan 4 persen. Sebaliknya, komponen perakitan akan dinaikkan dari sebelumnya 10 persen menjadi 20 persen.
Di tengah optimisme dan dorongan pemerintah terhadap pengembangan kendaraan listrik, tidak bisa dipungkiri bahwa penetrasi pasar mobil dan motor berbahan bakar setrum masih di bawah harapan.
"Volumenya masih kecil, sampai Juli 2021 untuk populasi KBLBB (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai) hanya 950 unit. Itu sangat kecil dan belum memenuhi skala ekonomi untuk dilakukan pendalaman. Makanya kami coba melakukan revisi Permenperin 27/2020, kami coba mengubah proporsi atau bobot," ujarnya.
Sementara itu, jumlah pabrikan kendaraan listrik di Indonesia tercatat ada 26 entitas dengan sebagian besarnya memproduksi roda dua. Sebanyak 3 perusahaan memproduksi bus listrik dengan kapasitas 1.680 unit per tahun.
Satu perusahaan mobil listrik tercatat baru memiliki kapasitas produksi 1.000 unit per tahun sampai 2025 dan bisa meningkat menjadi 3.000 unit per tahun setelahnya.
Sisanya, sebanyak 22 perusahaan memproduksi kendaraan roda dua listrik dengan kapasitas 1,04 juta unit per tahun.