Bisnis.com, JAKARTA — Era mobil listrik murni maupun hybrid di Indonesia semakin jelas terlihat. Hal ini seiring dengan dukungan pemerintah mengeluarkan aturan tarif PPnBM berdasarkan emisi gas buang.
Dalam PP 74/202, mobil listrik murni akan dibebaskan dari pajak mobil mewah. Sementara itu, mobil hybrid atau yang masih menggendong mesin konvensional dikenakan tarif PPnBM 5–12 persen.
Dalam aturan yang sama, mobil penumpang bermesin konvensional atau tanpa elektrifikasi, dikenakan PPnBM 15–40 persen.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa saat ini industri otomotif masih membaca pasar terkait kendaraan listrik. Tarif PPnBM baru akan memberikan stimulus terhadap penjualan mobil listrik, tetapi pasar mobil konvensional tidak akan serta merta hilang.
Dia memperkirakan mobil berbahan bakar bensin ataupun solar masih akan ada setidaknya hingga 5–10 tahun ke depan. "Satu hal yang pasti, jumlah produk elektrifikasi akan bertambah," katanya dalam webinar TAM Electrification Day 2021, Jumat (29/10/2021).
Oleh karena itu, saat ini upaya TAM adalah menghadirkan seluruh teknologi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Anton mengingatkan bahwa mengurangi emisi gas buang itu hal yang perlu dilakukan, tetapi menjaga mobilitas masyarakat juga tidak kalah penting.
"Yangg terpenting Toyota menyediakan produk-produk untuk masyarakat. ICE [internal combustion engine/mobil konvensional] kami kembangkan, HEV kembangkan, PHEV kita kembangkan," katanya.
Adapun Kementerian Perindustrian menargetkan produksi mobil listrik dan bus listrik pada tahun 2030 mencapai 600.000 unit. Angka tersebut diproyeksikan dapat mengurangi konsumsi BBM sebesar 7,5 juta Barrel dan menurunkan emisi CO2 sebanyak 2,7 juta ton.
Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030.