Bisnis.com, JAKARTA — Harga masih menjadi ganjalan utama perkembangan mobil listrik di Indonesia. Sebagaimana diketahui secara rata-rata harga mobil listrik murni masih berada pada kisaran Rp600 juta. Padahal daya beli mayoritas konsumen roda empat di Tanah Air masih pada rentang Rp200 juta hingga Rp300 juta
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penetrasi pasar kendaraan listrik di Indonesia masih rendah dan belum mencapai 1 persen terhadap penjualan mobil di dalam negeri.Penetrasi yang masih rendah juga diiringi infrastruktur berupa charging station yang masih terbatas dan industri komponen utama baterai yang masih dalam proses pembangunan, baru akan berporduksi pada 2024.
Oleh karena itu Ketua V Gaikindo Shodiq Wicaksono mendorong produsen untuk mengembangkan mobil listrik harga terjangkau. "Kita sudah melihat hasil implementasi LCGC (low cost green car) yang dikembangkan 2013. Apabila kita bisa mengembangkan kendaraan listrik dengan harga terjangkau, itu bisa jadi salah satu pendekatan," kata Shodiq dalam webinar, Jumat (15/10/2021).
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Sony Sulaksono mengatakan untuk mendorong penurunan harga, pemerintah telah memberikan insentif berupa pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik.
"Tentunya kami juga mendorong beberapa pabrikan pemegang merk untuk memproduksi city car. Ini bisa menarik bagi konsumen di Indonesia, hanya saja dukungan infrastruktur mejadi sangat penting," ujarnya.
Dosen Desain Produk Fakultas Desain dan Seni Rupa ITB, Yannes Martinus Pasaribu memprediksi, meski tanpa insentif, baterai kendaraan listrik akan mencapai nilai keekonomiannya pada 2030.
Baca Juga
Dia menilai pada dekade mendatang harga baterai kendaraan listrik di Indonesia akan mencapai US$60 per kilowatt hour (KWh).
"Mudah-mudahan kita bisa jalan cepat dan bisa sampai di bawah US$60 per KWh pada 2030," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), Hamdhani Dzulkarnaen Salim memperkirakan sekitar 47 persen perusahaan komponen yang menjadi anggota asosiasinya akan terdampak kebijakan kendaraan listrik.
Hal itu terutama berdampak pada perusahaan yang memproduksi mesin dan ribuan komponen di dalamnya.
"Kami perlu partner yang mumpuni di bidang teknologi kendaraan listrik. Sementara kalau diperhatikan, pabrikan otomotif contohnya Toyota, Hyundai, Tesla, dan Nissan itu mereka justru memiliki pabrik baterai sendiri. Buat kami, ini menjadi tantangan," jelasnya.