Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Bus Domestik Jauh dari Pulih, Ini Gambaran Kondisinya

Capaian delapan bulan pertama tahun ini belum sampai separuh dari kinerja tahun lalu. Padahal sepanjang 2020, pengiriman bus mencapai 2.215 unit atau turun 39 persen secara tahunan.
Pabrik Hino. /Hino
Pabrik Hino. /Hino

Bisnis.com, JAKARTA — Pada saat penjualan mobil telah melesat naik sejak akhir kuartal I/2021, penjualan bus di dalam negeri justru sebaliknya. Permintaan bus diperkirakan bakal pulih setelah perbaikan kinerja ekonomi yang lebih optimal pada tahun depan.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan bus pada Agustus mencapai 129 unit, naik hampir dua kali lipat dari bulan sebelumnya 74 unit. Dengan demikian, akumulasi penjualan bus tahun ini mencapai 718 unit.

Kendati demikian capaian delapan bulan pertama tahun ini belum sampai separuh dari kinerja tahun lalu. Padahal sepanjang 2020, pengiriman bus mencapai 2.215 unit atau turun 39 persen secara tahunan.

Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menjelaskan bisnis kendaraan niaga hanya akan tumbuh kembali jika ekonomi nasional tumbuh. Ekonomi nasional hanya dapat tumbuh jika mobilitas manusia ditingkatkan kembali. 

"Bagaimana pun kunci laju ekonomi adalah tingkat kelajuan mobilitas manusia sebagai subjek penggerak ekonomi. Namun, dilemanya, jika laju mobilitas manusia dibiarkan lepas bebas tanpa kendali, maka pandemi Covid berpotensi meledak lagi. Untuk itu, kesadaran menjaga protokol kesehatan ini harus menjadi kultur baru yang dijalankan masyarakat secara disiplin hingga level individu," paparnya kepada Bisnis, Kamis (7/10/2021).

Yannes menjelaskan pandemi Covid-19 telah mengakibatkan munculnya rangkaian lockdown, PSBB, larangan mudik, hingga PPKM yang terus berjilid-jilid sehingga membatasi mobilitas manusia.

Dampaknya, pengangkutan manusia dan barang menurun drastis. Selanjutnya, dalam proses adaptasi terhadap situasi baru, pelonggaran terhadap mobilitas logistik dilonggarkan. 

Namun, pembatasan mobilitas manusia yang ketat terlanjur telah menurunkan laju pertumbuhan ekonomi nasional, regional, dan lokal. 

Di samping itu, ada pula tren meningkatnya kesadaran akan keselamatan hidup sebagai penumpang kendaraan umum, membuat mereka semakin memilih untuk berdiam diri di rumah masing-masing. Hal ini membuat bisnis angkutan penumpang antar kota antar provinsi mengalami kontraksi secara signifikan.

Yannes melanjutkan jumlah penumpangnya transportasi umum anjlok selama pandemi. Pada akhirnya, rasio biaya operasional dengan pendapatan tidak lagi relevan secara bisnis. Dengan demikian, perusahaan otobus (PO) hanya menjalankan strategi bertahan, tidak melakukan peremajaan armada. 

Dalam beberapa waktu terakhir, bahkan cukup banyak PO yang terpaksa menutup usahanya sementara akibat rugi dan tidak dapat membayar cicilan kredit busnya. 

"Penurunan demand ini berakibat pada penurunan order perbaikan, renovasi dan pembuatan karoseri bus baru. Akibatnya, industri karoseri bus yang pada umumnya memiliki TKDN tinggi itu ikut collapse. Pengusaha bus banyak yang menunda pembelian," imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper