Bisnis.com, JAKARTA — Pro dan kontra atas sistem Auto Pilot pada mobil listrik Tesla menjadi sorotan. Hal tersebut menyusul National Highway Traffic Safety and Administration (NHTSA) yang memulai penyelidikan baru menyusul 11 kecelakaan mobil Autopilot dari Tesla.
Berbagai kecelakaan terjadi sejak 2018 di berbagai wilayah di AS, seperti San Diego, Massachusetts, hingga Miami yang ini mengakibatkan 17 luka-luka dan satu korban jiwa.
Dalam pembelaan produsen mobil listrik Elon Musk mengatakan bahwa teknologi Auto Pilot membantu pengendara, dan bukan sistem yang sepenuhnya bekerja sendiri. Namun banyak pengemudi yang mengabaikan peringatan tersebut.
Penyelidikan terbaru ini melibatkan mobil Tesla yang hampir seluruhnya dijual sejak 2014 di AS. Kecelakaan mobil yang sebagian besar terjadi pada malam hari di lokasi kecelakan yang memiliki papan rambu panah hingga kerucut yang menyala.
Sebanyak 11 mobil yang kecelakaan dilaporkan menggunakan fitur Autopilot atau Traffic Aware Cruise Control. NHTSA juga menyelidiki nilai fungsional teknologi dalam mendeteksi hingga menangani sebuah objek pada sistem Tesla.
Kecanggihan teknologi Autopilot Tesla ini memungkinkan pengemudi bersantai, sedangkan komputer onboard mobil bekerja mengendalikan mobil.
Profesor teknik listrik dan komputer di Universitas Carnegie Mellon, Raj Rajkumar, mengatakan penyelidikan oleh NHTSA sudah lama tertunda. Menurutnya, kegagalan Tesla memantau dan memastikan keselamatan pengemudi harus menjadi prioritas utama dalam penyelidikan.
Tesla memang mampu mendeteksi tekanan pada roda kemudi untuk memastikan pengemudi tak lepas tangan sepenuhnya, namun pengemudi sering kali menipu sistem. “Sangat mudah untuk melewati masalah tekanan kemudi. Ini sudah berlangsung sejak 2014. Kami sudah membicarakan ini sejak lama,” kata Rajkumar.