Bisnis.com, JAKARTA — Pembuat mobil terbesar kedua di dunia, Volkswagen AG, meminta pemerintah India menurunkan bea masuk mobil listrik. Hal ini diperlukan untuk mendorong permintaan kendaraan listrik (EV).
Pemotongan bea pada kendaraan listrik hingga 25 persen, tidak akan menimbulkan ancaman bagi pemain domestik, tetapi akan membantu mendorong investasi, kata kepala pembuat mobil Jerman di India, mengutip Antara Kamis (12/8/2021).
"Pasar EV harus cukup besar untuk investasi masuk dan untuk itu kita tidak boleh menempatkan hambatan," kata direktur pelaksana Skoda Auto Volkswagen India, Gurpratap Boparai.
Pembuat mobil Jerman sedang menjajaki EV untuk India dari merek Volkswagen dan Skoda, tetapi perlu melihat bea masuk yang lebih rendah, kebijakan perpajakan yang stabil dan insentif jangka panjang untuk mengambil risiko, kata Boparai. Pengembangan infrastruktur pengisian juga akan memengaruhi keputusan.
India mengenakan pajak mobil impor, termasuk EV, sebesar 100 persen, tetapi pemerintah sedang mendiskusikan proposal untuk memangkas tarif hingga 40 persen, beberapa hari setelah permintaan Tesla.
Hal ini telah memicu keretakan dalam industri otomotif, dengan pemain global seperti Daimler Mercedes-Benz dan Hyundai Motor mendukung pemotongan yang diusulkan. Namun pemain domestik seperti Tata Motors menentang, karena pemotongan akan berimbas buruk pada produksi lokal.
Baca Juga
"Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa manufaktur lokal tidak boleh didorong, tetapi bea masuk 60 persen dan 100 persen sangat tinggi pada saat ini," kata Boparai, menambahkan bahwa untuk memproduksi EV secara lokal, pertama-tama perlu ada lebih banyak permintaan.
Volkswagen, yang bertujuan untuk menyalip Tesla sebagai pembuat EV terbesar di dunia pada tahun 2025, menginvestasikan miliaran dolar untuk transisi ke mobil bertenaga baterai, yang diperkirakan akan menyumbang setengah dari penjualan kendaraan globalnya pada tahun 2030.
Sementara India, pasar mobil terbesar kelima di dunia, Boparai memperkirakan ketertinggalan elektrifikasi dibandingkan dengan Eropa dan China karena tingginya harga mobil bertenaga baterai dan kurangnya infrastruktur pengisian lokal.
Pada bulan Juli, Volkswagen memulai penjualan tiga SUV listrik merek Audi dengan harga sekitar US$133.000 atau Rp1,9 miliar. Padahal daya beli konsumen roda empat India kurang dari US$20.000 atau Rp287,6 juta.
Boparai mengatakan dia memperkirakan permintaan akan dimulai dari pasar kelas atas dan menurun, seperti yang terlihat di pasar seperti Amerika Serikat di mana Tesla mendominasi penjualan mobil listrik. Namun, di India ada juga kebutuhan akan EV yang terjangkau dan permintaan untuk itu akan dimulai dengan armada ride-hailing.
"Membangun EV membutuhkan banyak kerja keras. Tidak benar-benar memiliki peta jalan yang jelas dan tidak mengurangi bea akan memperlambat kemajuan menuju EV, baik adopsi maupun manufaktur," katanya.