Bisnis.com, JAKARTA – PT Toyota Astra Motor (TAM) menilai konsumen kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) akan terdampak dengan adanya kenaikan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan bahwa kenaikan PPnBM jadi sekitar 3% dari sebelumnya 0% akan memberatkan pembeli KBH2 di segmen ini yang rata-rata membeli dengan skema kredit.
Dia menjelaskan setiap segmen memiliki karakteristik masing-masing. Pembeli KBH2 lebih sensitif terhadap kenaikan harga dibandingkan segmen mobil mewah yang cenderung tidak terlalu memusingkan kenaikan pajak.
“Contohnya ambil kredit 36 bulan bulan, kenaikan sekitar cicilan sekitar Rp1 juta itu akan memengaruhi konsumen. Di ritel itu naik Rp1 juta cukup memberatkan, sama juga kalau di segmen taksi online, mereka harus tingkatkan volume customer mereka, jadi buat saya pasti ada imbasnya,” katanya kepada Bisnis baru-baru ini.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa kendaraan KBH2 masih menjadi pilihan utama bagi calon konsumen di segmen mobil murah. Karakteristiknya yang hemat energi dan biaya operasional rendah akan membuat konsumen sulit berpaling dari segmen ini.
Dia juga meyakini pemerintah membuat perubahan aturan ini dengan pertimbangan matang, salah satunya untuk mendorong ekosistem kendaraan terelektrifikasi dan rendah emisi. Menurutnya, program KBH2 akan berjalan beriringan dengan hal itu.
“Jadi kalau boleh disimpulkan kenaikan 3% itu pasti bedampak terhadap keinginan konsumen membeli kendaraan, khususnya di kelas ini, tapi kita yakin bahwa pemerintah itu sudah memikirkan yang terbaik buat negara kita, target nanti kan 2025 total pangsa pasar 20% untuk mobil listrik dan 20% LCGC,” katanya.
Saat ini pihaknya masih mempelajari lebih lanjut aturan terkait perubahan PPnBM ini. Dia menyatakan bahwa pihaknya juga masih perlu mengkonfirmasi sejumlah perincian aturan itu kepada pemerintah.
“Kami masih perlu konfirmasi dulu ke pemerintah, 3% itu secara perinciannya seperti apa? Yang dikhawatirkan nanti kita membuat perhitungan yang nanti berbeda dengan pemerintah.”