Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo tak mempersoalkan aturan apapun yang digunakan pemerintah untuk merangsang kehadiran Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
Dalam berkas konsultasi antara Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI pada 11 Maret lalu, disebutkan usulan pengecualian PPnBM. Usulan itu akan mengubah rezim penentuan tarif yang selama ini hanya berdasarkan kapasitas mesin.
Kebijakan pengecualian PPnBM itu akan menyapu program pengembangan kendaraan yang dilakukan pemerintah. Pertama, untuk jenis LCGC (KBH2), diasumsikan mobil itu bisa menempuh jarak 20 kilometer per liter, dengan emisi sebesar 120 gram per kilometer.
LCGC, dalam usulan tersebut, masih dianggap sebagai produk paling rendah emisi. LCGC dikenakan tarif 3% untuk kapasitas mesin 1.500cc.
Sedangkan, untuk mobil jenis hibrida, usulan pengecualian PPnBM bisa mencapai 8%-20%, tergantung kapasitas mesin. Khusus mobil berbahan bakar biofuel atau flexi engine, semua tipe mesin dikenakan 8%, untuk PHEV serta mobil baterai listrik dibebaskan dari PPnBM.
Sisanya, untuk kendaraan mesin konvensional atau ICE (Internal Combution Engine), penentuan tarif variatif mengikuti besaran emisi dan kapasitas mesin. Untuk mobil jenis komersial, rentang tarif mulai dari 5% hingga 30%, sedangkan mobil penumpang tarif terkecil 15%, tertinggi hingga 70%.
Di sisi lain, terdapat kritik terkait mekanisme penggunaan PPnBM guna mendongkrak kehadiran LCEV. Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), menyebut bahwa instrumen PPnBM kurang tepat jika dimaksudkan untuk menekan tingkat emisi.
“Kami mengusulkan adanya cukai karbon, jadi ada standardisasi emisi, jika produk otomotif memenuhi atau malah di atas standar, bisa diberikan insentif, sebaliknya jika tidak diberikan penalti,” ungkap Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin.
Problemnya, menurut Puput sapaan akrabnya, jika mengacu pada usulan pemerintah yang menggunakan instrumen tarif PPnBM, harga produk LCEV masih jauh di atas produk bermesin konvensional. “Menurut kami, harus dipisahkan pengaturan barang mewah itu PPnBM, kalau soal emisi ya gunakan cukai karbon,” tegasnya.
Pada kesempatan berbeda, Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto menyerahkan penerapan kebijakan kepada pemerintah. Menurutnya, industri akan mengikuti selama bertujuan menekan tingkat emisi.
“Semakin kecil emisi, semaki kecil polusinya, kian kecil pajaknya, jadi setuju saja. Begitu juga kalau kendaraannya [dalam skema cukai karbon], teknologi sudah tidak dibedakan tarifnya, sebab berdasarkan emisinya,” tegas Jongkie.