Bisnis.com, JAKARTA – Industri otomotif China mengalami kemunduran untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir. Perang dagang antara China dan Amerika Serikat menjadi penyebab utamanya.
Seperti dikutip dari Reuters (14/1/2019) pihak China’s Association of Automobile Manufacturers (CAAM) mengatakan bahwa penjualan mobil China turun 13% pada Desember 2018. Lebih dari itu, penurunan yang terjadi selama 6 bulan berturut-turut membuat penjualan tahunan juga turun 2,8% atau berada di angka 28,1 juta unit.
Hal ini bertentangan dengan prediksi pertumbuhan tahunan 3% yang ditetapkan pada awal 2018. CAAM mengklaim penurunan pertumbuhan penjualan tahunan ini menjadi kali pertama terjadi sejak 1990-an.
CAAM memperkirakan tren penjualan 2019 akan relatif sama yakni di sekitar 28,1 juta kendaraan. Sementara itu, pemerintah dan industri lainnya memprediksi pertumbuhan industri otomotif China akan tumbuh hingga 2%.
Ford menjadi produsen mobil yang mengalami penurunan penjualan terbesar di Cina selama 2018. Penjualan mereka menyusut hingga 37%. Sebaliknya, Geely menjadui produsen tersukses dalam membukukan pertumbuhan penjualan yakni naik sekitar 20%.
Namun, pertumbuhan penjualan Geely jauh menurun bila dibandingkan dengan penjualan pada 2017, yakni sekitar 63%. Mereka juga memperkirakan penjualan tahun ini juga akan cenderung datar.
Sedangkan, Toyota Motor Jepang mengalami kenaikan penjualan 14,3% di China. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan 2017 yang hanya mencapai 6%.
Sejumlah analis menilai langkah China untuk mengembangkan kendaraan energi baru atau new-energy vehicle (NEV) dapat sedikit mengubah kondisi tersebut. Menurut data CAAM, penjualan NEV melonjak 61,7% pada 2018 atau terjual 1,3 juta unit. Mereka memprediksi penjualan NEV akan mencapai 1,6 juta tahun ini.