Bisnis.com, JAKARTA--Presiden Joko Widodo diminta untuk menjadi konduktor untuk menangani proyek kendaraan listrik. Pasalnya, kebijakan terkait kendaraan listrik mencakup lintas kementerian dan penting untuk ketahanan energi nasional.
Hal itu disampikan Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri pada diskusi Roadmap Pengembangan Kendaraan Listrik yang diselenggarakan Bisnis.com, Selasa (10/07/2018) di Jakarta. Menurutnya, kebijakan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) harus komprehensif karena menjadi pilihan di masa depan.
"Konduktornya harus Presiden, enggak bisa Menperin, juga bukan Pak Jonan [Menteri ESDM], mengurusin industri mobil karena konduktor tidak berperan. KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi] juga ngurusin mobil listrik karena konduktor tidak bekerja," ujarnya.
Seperti diketahui, kebijakan terkait kendaran listrik yang direncanakan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) hingga memasuki awal paruh kedua tahun ini belum dirilis. Padahal ketetapan tersebut telah disiapkan sejak tahun lalu.
Hal itu ditengarai disebabkan melibatkan banyak kementerian mulai dari Kementerian Perindustrian dari sisi manufaktur, Kementerian ESDM dari sisi ketersediaan energi, Kemeterian Perhubungan dari sisi lalu lintas, Kementerian Lingkungan Hidup dari sisi limbah, hingga Kementerian Risetdikti untuk pengembangan kendaraan listrik.
Faisal menuturkan terdapat kajian yang memperkirakan penjualan kendaraan listrik secara global pada 2040 akan melampaui penjualan kendaraan konvensional. Untuk itu, arah kebijakan kendaraan listrik harus sejalan dengan kebijakan energi termasuk kebijakan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
"Akselerasinya bertolak belakang dengan EV yang naik tajam, kendaraan konvensional turun, 2040 bahkan bisa jadi lebih cepat, penjualan EV lebih tinggi dari konvensional," tambahnya.