Bisnis.com, LUXEMBOURG - Pengadilan tinggi Uni Eropa memutuskan pada Selasa (10/4/2018), bahwa Prancis berhak membawa proses kriminal terhadap sejumlah manajer lokal dari aplikasi Uber atas penggunaan layanan taksi ilegal, sekaligus membuat kemunduran legas atas perusahaan start-up Silicon Valley.
Kekalahan Uber menyusul satu tahun sebelumnya di mana Pengadilan Kehakiman Uni Eropa (ECJ) yang berbasis di Luksemburg mengklasifikasikan perusahaan itu sebagai layanan transportasi daripada perusahaan digital, yang menanggalkannya dari perlindungan terhadap peraturan nasional yang tidak semestinya dinikmati oleh layanan digital Hukum Uni Eropa.
Kasus terbaru terkait penggunaan driver yang tidak berlisensi Uber sebagai bagian dari layanan UberPOP di Prancis, yang sejak itu telah ditangguhkan di sana dan di beberapa kota lain. Uber masih menggunakan layanannya dengan pengemudi berlisensi profesional di Prancis, yang tidak terpengaruh oleh keputusan ini.
"Negara-negara anggota dapat melarang dan menghukum, sebagai masalah hukum pidana, pelaksanaan kegiatan transportasi ilegal dalam konteks layanan UberPOP, tanpa memberitahu Komisi sebelum rancangan undang-undang," kata ECJ dalam sebuah pernyataan.
Uber berpendapat bahwa Prancis seharusnya meminta persetujuan Komisi Eropa untuk undang-undang taksi baru, yang berisi tindakan pada aplikasi taksi dan mobilitas, termasuk satu yang mengatakan hanya taksi resmi yang dapat menggunakan teknologi geolokasi untuk menunjukkan mobil yang tersedia.
Karena Prancis tidak meminta persetujuan Komisi, Uber berpendapat bahwa tuntutan pidana yang diajukan terhadap dua manajer perusahaan di Prancis tidak sah.
Baca Juga
"Kasus ini adalah tentang apakah hukum Perancis dari 2014 seharusnya telah diberitahukan kepada Komisi Eropa dan terkait dengan layanan peer-to-peer yang kami hentikan pada 2015," kata juru bicara untuk Uber. "Seperti yang dikatakan oleh CEO baru kami, adalah tepat untuk mengatur layanan seperti Uber dan kami akan melanjutkan dialog dengan kota-kota di seluruh Eropa."
Uber, yang memungkinkan pengguna untuk memanggil taksi melalui aplikasi pada ponsel cerdas mereka, telah mengguncang industri taksi tradisional sejak diluncurkan di Eropa pada 2011, memicu protes dan bentrokan dengan pihak berwenang setempat.
Baru-baru ini mengadopsi pendekatan yang lebih damai, secara sukarela menangguhkan layanannya di beberapa kota untuk mematuhi undang-undang setempat. Uber juga telah dipaksa untuk keluar dari negara-negara seperti Denmark dan Hongaria.
Di bawah undang-undang Uni Eropa, undang-undang nasional yang mempengaruhi layanan digital perlu diberitahukan terlebih dahulu ke Brussels untuk memastikan tidak mendistorsi pasar tunggal.
ECJ mengatakan bahwa karena Uber menawarkan layanan transportasi di bawah undang-undang UE, kewajiban untuk memberi tahu Komisi sebelumnya tidak berlaku.
Tahun lalu, London menganggap Uber tidak layak untuk menjalankan layanan taksi dan menanggalkannya untuk beroperasi. Uber mengajukan banding terhadap keputusan tersebut.
Asosiasi Industri Komputer & Komunikasi (CCIA) - yang mewakili perusahaan teknologi besar, termasuk Uber - mengatakan pentingnya kasus ini melampaui aplikasi transportasi.
“Ini tentang kekuatan pengawasan efektif Komisi, dan kami menyesal melihat mereka dibatasi setelah penilaian hari ini,” kata Jakob Kucharczyk, Wakil Presiden, Persaingan & Kebijakan Peraturan Uni Eropa di CCIA.
“Sayangnya, Pengadilan telah memberikan negara-negara anggota lebih banyak ruang untuk menggagalkan Pasar Tunggal Digital melalui langkah-langkah yang membatasi, tidak proporsional dan tidak dapat dibenarkan di tingkat nasional.”