Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persaingan Kian Ketat, Industri Komponen Lokal Terancam

Koperasi Industri Komponen Otomotif melakukan penjajakan untuk masuk ke sektor industri komponen kapal laut dan pesawat udara, karena semakin ketatnya persaingan dengan pabrikan asal Jepang
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Koperasi Industri Komponen Otomotif saat ini melakukan penjajakan untuk masuk ke sektor industri komponen kapal laut dan pesawat udara, karena ketatnya persaingan dengan pabrikan asal Jepang.

Hal tersebut diakui Sekretaris KIKO Rony Hermawan. Menurutnya, jalan itu harus harus ditempuh agar IKM komponen otomotif yang tergabung dalam KIKO yang mencapai sekitar 70 perusahaan tetap hidup.

Usaha anggota KIKO yang membuka peluang menyasar pasar industri komponen kapal laut dan pesawat udara, diakui Rony bertolak belakang dengan kenyataan derasnya investasi di sektor otomotif khususnya dari perusahaan Jepang yang memang saat ini menguasai pasar domestik.

Sebelumnya, perusahaan otomotif asal Jepang kian memperbesar usahanya di Tanah Air melalui komitmen investasi terbaru yang mencapai US$4,42 miliar. Usaha penanaman modal perusahaan otomotif asal negeri Sakura tergolong masif karena pada 2012 realisasi investasi mencapai US$2,504 miliar, pada 2013 sebesar US$5,801 miliar, dan tahun lalu di kisaran US$2,5 miliar.

“Jika hanya mengandalkan industri otomotif sangat sulit, investasi otomotif dari Jepang tidak mendongkrak industri komponen lokal karena pabrikan komponen mereka ikut datang. Akhirnya kami lakukan penjajakan ke komponen kapal laut dan pesawat udara,” katanya kepada Bisnis, Minggu (10/5).

Menurutnya, dengan maraknya pabrikan komponen asal Jepang yang masuk saat ini tiga perusahaan anggota KIKO sudah gulung tikar. Hal ini, lanjut dia, diperparah dengan tidak adanya pabrikan otomotif lokal yang dapat menyerap hasil produksi komponan dalam negeri.

Pernyataan Rony tersebut menyiratkan pentingnya penguasaan industri otomotif Tanah Air dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu dia berharap wacana angkutan pedesaan yang rencananya tahun ini akan dieksekusi pemerintah dapat kembali menaikan pamor industri komponen dalam negeri.

“Karena memang untuk angkutan pedesaan ini keikutsertaan pabrikan komponen dari luar sudah dibatasi,” ujarnya.  

Di sisi lain, merosotnya penjualan mobil dan sepeda motor di awal tahun ini ikut mengikis kinerja industri komponen lokal yang tergabung dalam KIKO. Akibatnya, omset pemain lokal yang secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp110 miliar tiap bulan harus susut 5%-10%.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, pada kuartal pertama tahun ini total penjualan mobil secara wholesales hanya menyentuh 282.342 unit. Penjualan pada kuartal I/2015 itu menurun sekitar 14,05% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 328.500 unit..

Sedangkan merujuk data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), penjualan secara wholesales sepeda motor kuartal I/2015 hanya mencapai 1,646 juta unit. Raihan tersebut menurun sekitar 17,3% dari capaian periode yang sama tahun lalu sebanyak 1,990 juta unit.

Data penjualan resmi pada April memang belum dirilis Gaikindo maupun AISI. Meski demikian penjualan mobil pada bulan keempat diakui Gaikindo tak jauh beda dari Maret. Sedangkan AISI menyatakan penjualan April merosot menjadi sekitar 540.000 unit.

Rony mengatakan, penurunan kinerja pun diperparah dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Hal tersebut mengerek biaya produksi karena sebagian material masih impor. Dia menyampaikan, saat ini pemain lokal yang tergabung dalam KIKO memproduksi komponen dengan bahan dasar besi, plastik dan karet.

Dia menilai, penurunan kinerja bisa berlanjut hingga sepanjang tahun. Hal ini disebabkan perbaikan di sektor makro ekonomi belum dirasakan pelaku industri.

Sebagai gambaran, penurunan pasar otomotif tahun lalu telah mengoreksi perkiraan omset yang pada awal 2014 dipatok bisa menembus Rp1,4 triliun. Akan tetapi hingga akhir tahun besaran omset yang terealisasi dari para pelaku industri komponen lokal itu hanya di kisaran Rp1,3 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper