Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mobil Nasional Tanpa Seremonial

Harus diakui, gaung mobil nasional seperti terlindas pertumbuhan produksi dan penjualan merek-merek terkenal dari luar negeri. Namun, harapan bagi mobil nasional selalu ada.
Fin Komodo /fin komodo
Fin Komodo /fin komodo

Bisnis.com, Harus diakui, gaung mobil nasional seperti terlindas pertumbuhan produksi dan penjualan merek-merek terkenal dari luar. Namun saat mengunjungi Cimahi, Jawa Barat, untuk menengok geliat industri mobil karya anak bangsa, saya berpikir harapan bagi mobil nasional selalu ada.

Isu mobil nasional kembali mencuat saat perjanjian kerjasama PT Adiperkasa Citra Lestari yang diusung mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono, dengan Proton Holding Bhd disepakati.

Kesepakatan itu dibuat berbarengan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Malaysia beberapa waktu lalu. Di Tanah Air peristiwa tersebut lantas membuat insan otomotif, tak terkecuali wartawan, geger.

Meski kemudian, awak redaksi Bisnis.com yang mengikuti kunjungan tersebut mengonfirmasi Presiden yang menegaskan kerjasama tersebut bukan jalan merintis mobil nasional.

Dari informasi yang dihimpun Bisnis.com, pelaku industri otomotif menganggap hal itu wajar mengingat dunia otomotif Indonesia yang tersu bertumbuh baik dari segi produksi maupun konsumsi.

Di sisi lain pelaku industri kembali meredifinisikan arti dari mobil nasional. Pasalnya, saat ini tidak ada batasan yang jelas terkait hal itu. Apakah harus dibuat murni oleh anak negeri, tanpa melibatkan prinsipal asing dengan merek pribumi pula, serta tingkat kandungan lokal yang tinggi.

Bagi saya, jawaban terkait mobil nasional terbuka saat bertemu Presiden Direktur PT Fin Komodo Teknologi Ibnu Susilo Januari lalu. Ibnu mengajak saya menjajal produk mobil kebanggaannya.

Saya sempat berpegangan pada rangka atap kendaraan ketika mobil yang kami tumpangi keluar dari jalan utama dan mulai memasuki kawasan off road di perbukitan Cimahi. Sambil tersenyum, Ibnu berkata pada saya untuk melepas pegangan dan bahkan mencopot sabuk pengaman yang sudah saya pasang.

Dia menjamin Fin Komodo aman dan nyaman saat melewati area noninfrastruktur. Hal tersebut terbukti saat kendaraan yang kami tumpangi dengan mudah melintasi jalanan setapak, dengan kontur naik turun dan tidak rata yang dikelilingi semak belukar dan ilalang dengan tinggi sekitar 2 meter.

Saya tidak merasakan guncangan berarti saat mengendari Fin Komodo. “Mobil ini kami rancang untuk kawasan noninfrstruktur. Tapi saat dikendarai senyaman sedan saat melintas di jalan tol,” kata Ibnu.

Pada 2005, Ibnu mulai meriset pasar bagi kendaraan yang akan diciptakannya. Dia melihat di Indonesia masih banyak daerah tertinggal yang minim infrastruktur jalan raya. Selain itu, di perkebunan, pertanian dan di kawasan perhutanan serta area tambang sulit bagi alat transportasi biasa untuk melewatinya.  

Setahun kemudian Ibnu mulai merancang Fin Komodo. Pada 2007 prototype Fin Komodo dia rampungkan sehingga setahun berikutnya dilakukan uji coba lapangan. Pada saat itu, generasi pertama Fin Komodo siap pakai.

Fin Komodo generasi pertama hanya laku dua unit dalam satu tahun. Pembelinya dari perusahaan perkebunan sawit di Pekanbaru dan perusahaan tambang pasir di Papua. Saat ini produksi Fin Komodo sudah memasuki generasi keempat.

Alasan Ibnu membuat mobil, bukan sekadar kepentingan komersial. Menurutnya, Indonesia wajib memiliki produk yang benar-benar murni karya anak bangsa dengan budaya teknologi dan industri yang mandiri.

“Bukan sekadar mobil saya ingin buat budaya teknologi. Budaya teknologi tercipta jika ada industrinya. Definisi saya pabrik itu ada industrinya. Yang ada di Indonesia saat ini hanya pabrik tapi industrinya ada di negara masing-masing prinsipal,” ujarnya.

Oleh karena itu Fin Komodo diartikan sebagai Formula Indonesia dengan binatang yang menjadi simbol kekhasan Nusantara. Saat ini, perusahaan Ibnu menyerap sekitar 37 karyawan dan melibatkan sekitar 40 industri komponen penunjang.

Tingkat kandungan lokal Fin Komodo sudah mencapai sekitar 90%-95%. Yang masih diimpor adalah komponen mesin. Ibnu mengaku bukan tidak mampu pihaknya mengkreasi sendiri komponen tersebut, melainkan untuk produksi sendiri belum mencapai skala keekonomian.

“Selangkah demi selangkah semuanya kita bikin di sini. Tadinya bikin sendiri lalu kami ajarkan ke UKM-UKM. Kami bina dan bisa bikin komponen bagi kami. Tiap tahun nambah 5-10 UKM jadi supplyer kita,” tuturnya.

Pada 2015, Fin Komodo diharapkan laku terjual sekitar 120 unit. Fin Komodo dibanderol dengan harga mulai Rp88 juta hingga sekitar Rp300 juta per unit. Harga tersebut disesuaikan dengan misi yang akan ditempuh oleh konsumen.

Ibnu mencontohkan, Fin Komodo yang ditawarkan ada yang berbentuk kendaraan pemadam kebakaran serta  kendaraan evakuasi medis.

Fin Komodo dirancang Ibnu dengan menggabungkan antara disiplin pesawat terbang dengan otomotif. Maklum saja, Ibnu adalah ‘alumni’ PT Dirgantara Indonesia. Sehingga Fin Komodo tercipta sebagai kendaraan ringan dengan tenaga tak terlalu besar.

Meski demikian, Fin Komodo memiliki kemampuan optimal, dan lentur sehingga dengan tenaga kecil bisa menembus medan-medan minim infrastruktur. Ibnu mengklaim di Indonesia mobil nasional yang punya paten baru Fin Komodo.

Ibnu mengungkapkan saat ini pihaknya sulit memasarkan Fin Komodo karena minimnya dukungan pemerintah. Industri mobil nasional macam Fin Komodo sulit merasakan nikmatnya regulasi maupun insentif yang saat ini direguk prinsipal luar. 

Padahal, perusahaan Ibnu sudah memiliki peta jalan pengembangan industri hingga 2045. Saat disinggung apa saja rencananya, dia enggan bicara. Dia khawatir industri mobil nasional yang dirintisnya gugur sebelum berkembang dijegal regulasi yang dinilainya selalu menguntungkan perusahaan asing bermodal besar.

“Di ulang tahun Indonesia yang ke-100 kami ingin memberikan kado bagi bangsa ini. Kami bisa publikasikan road map kami jika pemerintah punya komitmen melindungi industri ini minimal dalam regulasi 20 tahun ke depan,” cetusnya.

Untuk memasarkan Fin Komodo perusahaan Ibnu berpromosi melalui media sosial. Selain itu, giat pula mengikuti pameran-pameran. Ibnu pun gencar jemput bola kepada konsumen melalui cabang di Medan, Jambi, Palembang, Jakarta, Bandung, Lamongan, Bali, hingga Balikpapan.

Ketangguhan Fin Komodo pun sudah dijajal di negara-negara Afrika dan negara tetangga Malaysia. Dari spesifikasi produk, Fin Komodo menggunakan mesin 4 stroke dengan kapasitas 250 cc.

Dapur pacu tersebut menghasilkan 17,6 Nm/5.500 rpm dengan kekuatan 14 hp/7.500 rpm. Untuk kapasitas bahan bakar, tanki Fin Komodo bisa muat 20 liter bensin. Kendaraan ini pun dilengkapi dengan CVT otomatis.                                               

TIDAK TELAT

Di akhir Januari lalu saya menemui Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto di kantornya di jalan Teuku Nyak Arif, Jakarta. Menurut dia, tidak ada kata terlambat untuk merintis industri mobil nasional.

Akan tetapi, harus ada kriteria bagi mobil nasional yang akan diproduksi. Kriteria tersebut seperti menggunakan merek nasional, buatan asli dalam negeri, serta persentase kandungan lokal. Jongkie berasumsi mobil nasional bisa berangkat dari dua jalan.

Pertama, dirintis dari nol sehingga memakan waktu yang lama. Dan yang kedua membeli teknologi dari prinsipal asing, tapi dengan kesepakatan memiliki hak atas usaha melakukan pengembangan desain. Sehingga kelak rekayasa mobil yang dihasilkan murni karya anak bangsa.

Pilihan kedua tersebut sudah diterapkan oleh pabrikan asal Korea Selatan, Hyundai, dan negara tetangga Malaysia melalui Proton. Keduanya membeli teknologi dari Mitsubishi.

“Ini sudah dipakai merek-merek seperti Hyundai dan Proton yang beli teknologi Mitsubishi, yang paling penting diizinkan me-redesign produk.  Yang diperlukan sekarang investasi,” kata Jongkie.

Dia berasumsi pengembangan mobil nasional tak perlu dukungan khusus dari pemerintah. Pengembangan bisa dilakukan pihak swasta jika memang mau mengambil risiko dalam investasi. Karena jika ingin memulai industri mobil national harus siap merugi di tahun-tahun awal sebagai risiko memasuki pasar.

“Kuncinya produk yang benar tepat sasaran, harga bagus dan waktu yang tepat pasti sukses. Saya pikir tidak perlu proteksi. Bersaing dengan teknologi yang baik, beli teknologinya jangan yang ketinggalan,” ujarnya. 

Dia menambahkan merek-merek besar dunia tumbuh dan berkembang di luar ketiak pemerintah. Di sisi lain, Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Soerjono mengatakan pemerintah belum memiliki peta jalan dalam pengembangan industri mobil nasional.

Sulit bagi pemerintah memberikan insentif bagi pabrik dengan skala industri yang tidak besar. Artinya, jika ingin mendapatkan insentif harus memiliki satelit industri yang mumpuni seperti industri komponen.

“Kami berikan kalau bisa membuktikan pendalaman struktur industri. Kami harus melihat dia memberikan keuntungan bagi pemerintah. Kalau dia bisa bangun satelit mereka bisa menggunakan bea masuk ditanggung pemerintah,” ujarnya.

Akan sulit bagi perusahaan mobil nasional jika syaratnya demikian. Seperti kata Ibnu, industri mobil nasional macam Fin Komodo ibarat bayi yang membutuhkan momongan pemerintah sebagai orang tua.

Jika pemerintah mensyaratkan demikian, Ibnu menjamin industri mobil nasional akan selalu tergerus prinsipal asing dan tidak dikenal. Padahal industri mobil nasional yang sesungguhnya telah diejawantahkan oleh perusahaan seperti yang Ibnu rintis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper