Bisnis.com, JAKARTA—Permintaan revisi PP No. 41/2013 tentang pajak penjualan barang mewah dari produsen mobil merek lokal sukar terkabil. Pasalnya regulasi ini menyangkut komitmen investasi produsen low cost and green car.
“[Revisi PP] bagaimana ya, masalahnya insentif PPnBM KBH2 sudah menghasilkan investasi dan menghadirkan puluhan lapangan pekerjaan baru,” ucap Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi, di Jakarta, Selasa (2/7/2014).
Produsen mobil nasional yang bernaung di bawah Asosiasi Industri Automotive Nusantara (Asianusa) mengeluhkan sempitnya celah pasar, terutama setelah low cost and green car beredar. Pasar kendaraan hemat bahan bakar ini cepat meluas lantaran harganya relatif lebih terjangkau dari tipe lain.
Plafon harga juta Rp95 juta per unit sebelum pajak wajib dipenuhi produsen dengan pemangkasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Kemenperin menetapkan PPnBM 0% untuk kendaraan bermotor roda empat hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2).
Pemerintah mewajibkan produsen KBH2 memenuhi konten lokal 80% dalam waktu 5 tahun, plafon harga Rp95 juta, serta pembangunan fasilitas produksi di dalam negeri. Sebagai perangsang kesediaan investasi maka diberikan PPnBM 0% yang sebetulnya lebih meringankan konsumen bukan produsen.
“PPnBM 0% berlaku untuk semua cc [kendaraan hemat bahan bakar] kok,” tutur Budi.
Mobnas sebetulnya bisa mendapatkan ikut merasakan 0% PPnBM. Setidaknya kendaraan merek dalam negeri harus ini bisa mencapai efisiensi bahan bakar seliter untuk 20 kilometer. Pembebasan pajak penjualan berlaku untuk mobil bermesin 0 – 1.200 cc.
Kemenperin mengaku sudah melakukan promosi untuk membantu perluasan pasar mobnas. Kementerian menyatakan pemerintah siap mendorong serapan mobnas oleh instansi pemerintah tetapi kemampuan produksi tak memenuhi permintaah.