Bisnis.com, JAKARTA—Pebisnis otomotif meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meninjau ulang plafon harga kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2) terkait dengan perkembangan indikator ekonomi.
Presiden Komisaris PT Indomobil Suzuki Internasional Soebronto Laras mengatakan jika produsen menelanjangi struktur biaya produksi dan harga jual KBH2 mungkin ditemukan ada yang merugi.
Pasalnya asumsi kurs rupiah dan inflasi pada tahun lalu berubah dibandingkan dengan kondisi sekarang.
“Rupiah terdepresiasi sekitar 25% terhadap dolar, inflasi juga berubah, ada juga kenaikan UMR,” tuturnya menjawab Bisnis.com, Selasa (10/6/2014).
Soebronto mencontohkan dari plafon harga jual Rp95 juta per unit sebelum pajak, anggaplah biaya distribusi sekitar 10% dari itu.
Dengan kata lain harga sebetulnya cuma sekitar Rp80 juta dan ini belum menutupi biaya produksi.
Ketentuan plafon harga KBH2 alias low cost and green car (LCGC) tertera dalam aturan petunjuk teknisnya. Penyesuaian harga dimungkinkan terjadi seiring perubahan indikator ekonomi berupa inflasi, nilai tukar rupiah, serta harga bahan baku.
Plafon harga juga berubah jika mobil bersangkutan menggunakan transmisi otomatis plus ada tambahan kelengkapan fitur keselamatan.
KBH2 bertransmisi otomatis dari plafon Rp95 juta ditambah 15% dan ditambah 10% lagi untuk perangkat keselamatan.