Bisnis.com, JAKARTA—Belum usai kontroversi penggunaan BBM bersubsidi yang mendera mobil murah dan hemat energi, kalangan agen tunggal pemegang merek sudah mendesak pemerintah untuk menaikkan harga LCGC lantaran terimpit inflasi.
Skema harga low cost and green car (LCGC) memang tidak bisa ditetapkan sembarangan karena batasan harga produk ini ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Sejumlah peserta LCGC bahkan bersuara keras kepada Kemenperin agar harga acuan LCGC secepatnya didongkrak.
Adapun, beleid soal acuan harga LCGC selama ini berpedoman pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/2013. Setiap produk LCGC ditetapkan harga maksimal Rp95 juta off the road berdasarkan lokasi kantor pusat ATPM. Ini adalah harga sebelum kena pajak daerah (bea balik nama dan pajak kendaraan bermotor).
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi tak membantah sejumlah peserta LCGC ingin menaikkan harga jual.
Adapun ketentuan soal harga jual LCGC, tuturnya, dijelaskan dalam petunjuk teknis kendaraan bermotor hemat energi harga terjangkau (KBH2). Menurutnya, penyesuaian harga dimungkinkan jika terjadi perubahan pada kondisi ekonomi menyangkut inflasi, nilai tukar rupiah, serta harga bahan baku.
Dengan begitu, perubahan plafon harga dapat dilakukan kapan saja sesuai perubahan indikator ekonomi.
“Banyak faktor yang memengaruhi har ga, seperti jasa, bunga bank, logistiknya, sebagian terefleksikan dalam harga komponen. Ada juga komponen yang belum dibuat di dalam negeri,” katanya, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Rabu (16/4/2014).
Harga yang berlaku saat ini, jelasnya, bisa disesuaikan jika terjadi pergolakan makroekonomi domestik, penggunaan transmisi otomatis serta kelengkapan fitur pengaman seperti kantong udara dan rem (antilock braking system/ABS).
Dia menilai patokan rerata harga LCGC selayaknya berubah sekitar 6 bulan hingga setahun sejak penetapannya pertama kali demi menjaga skala keekonomian bisnis perusahaan pemegang merek.
“Logikanya memang harga ini harus naik tetapi kami masih tunggu waktu yang tepat. Tetapi tak ada ukuran batasan tertingginya. Tempe saja tak ada patokan harga tertinggi berapa,” ujar Budi.
Jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian sekarang, lanjut Budi, harga acuan LCGC selayaknya direvisi. Kenaikan harga dibutuhkan untuk menjaga komitmen investasi pemodal.
Menurutnya, ATPM yang bergabung dalam program LCGC telah menanamkan modal besar, mencakup pembangunan fasilitas produksi dan komponen.
GANGGU PRODUKSI
Budi khawatir jika harga acuan tak berubah, kegiatan produksi ATPM bisa terganggu karena tak ekonomis dan akhirnya memengaruhi mood investor. Pasalnya, setiap perusahaan otomotif memiliki keleluasaan dalam memilih lokasi investasi.
“Program KBH2 ini syaratnya berat. Kalau perusahaan otomotif tidak ikut program ini, yang rugi kita. Makanya, sekarang mereka [ATPM] sudah pertanyakan soal kenaikan harga ini,” ucap Budi.
Saat ini ada empat merek LCGC yang beredar di pasaran, yaitu Astra-Toyota Agya, Astra-Daihatsu Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, dan Honda Brio Satya. PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), ATPM Suzuki, bahkan mengaku telah menaikkan harga LCGC mereka.
Davy J. Tuilan, 4W Sales, Marketing & DND Director PT SIS, mengatakan pada Januari 2014 pihaknya menaikkan harga Wagon R sekitar Rp1,5 juta dan Rp1 juta lagi pada bulan ini. Kini, KBH2 Suzuki termurah tipe GA dijual Rp80,2 juta, GL Rp93,5 juta, dan GX Rp103,5 juta.
Selengkapnya baca di Harian Bisnis Indonesia edisi Rabu (16/4/2014) atau di http://epaper.bisnis.com/epaper/detail/view/84/edisi-harian