Bisnis.com, JAKARTA — Komite Penghapusan Bensin Bertimbal atau KPBB mempertanyakan dasar pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang terkait emisi karbon mobil listrik diklaim lebih tinggi dibandingkan mobil hybrid maupun konvensional.
KPBB pun melakukan simulasi dengan membandingkan tingkat konsumsi hingga kadar emisi karbon di antara model mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV), mobil hybrid, dan konvensional.
Dari hasil simulasi itu, BEV tetap diklaim paling mampu menekan emisi hybrid maupun ICE (internal combustion engine), meski menggunakan sumber energi yang berasal dari PLTU.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan mobil BEV yang diisi ulang dari listrik PLTU batu bara menghasilkan emisi karbon sebesar 67,82 gram per kilometer. Sedangkan untuk mobil hybrid sebesar 76,70 gram per kilometer, dan ICE sebesar 179,17 gram per kilometer.
“Jadi terlihat bahwa BEV memiliki kemampuan untuk menekan emisi yang paling tinggi, sehingga dengan demikian kami juga agak heran apabila Menteri Perindustrian menyampaikan bahwa BEV memiliki emisi yang lebih tinggi,” ujar pria yang biasa disapa Puput itu dalam diskusi virtual, Kamis (19/10/2023).
Di sisi lain emisi karbon yang dihasilkan dari LNG (liquefied natural gas) memiliki emisi karbon hingga 39,59 gram per kilometer, dan dari energi baru terbarukan atau new renewable energy sebesar 9,9 gram per kilometer.
Baca Juga
Selain itu, Puput memang tidak menampik kalau proses transmisi tetap membutuhkan energi sehingga menghasilkan emisi karbon.
Lebih jauh, KPBB melakukan simulasi perbandingan tingkat konsumsi energi di antara model mobil tersebut. Dalam simulasi, KPBB membandingkan BEV dengan powertrain 85 kilowatt dengan mobil hybrid yang menggunakan powertrain 85 kilowatt ditambah mesin 2.000 cc.
Perbandingan juga melibatkan mobil ICE dengan mesin berkapasitas 2.000 cc standar euro 6. Simulasi perbandingan ini disetarakan dengan konsumsi kilowatt hour per kilometer (kWh).
Dari hasil perbandingan itu, BEV konsumsi bahan bakar tercatat hingga 1,18 kWh/kilometer, mobil hybrid sebesar 34,52 kWh/kilometer, dan ICE mencapai 80,56 kWh.kilometer.
Menurut Puput, kajian tersebut menunjukan BEV memiliki kemampuan menekan konsumsi energi yang paling tinggi dibandingkan hybrid maupun ICE.
“Kemudian untuk tingkat emisi karbonnya juga jelas bahwa BEV memiliki kemampuan untuk menekan emisi yang paling rendah sekalipun BEV masih di-charge dengan listrik yang bersumber dari batu bara,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah perlu segera menetapkan standar emisi karbon untuk kendaraan sehingga jenis maupun tipe teknologi kendaraan yang beredar memenuhi standar tersebut.
Hal ini pun tidak terpaku pada mobil listrik, tetapi juga kendaraan fuel cell energy vehicle (FCEV), maupun kendaraan hydrogen yang dapat diperkenalkan dan diproduksi di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang sebelumnya mengatakan emisi atau keluaran dari karbon yang dihasilkan oleh BEV lebih tinggi dari hybrid dan ICE karena sumber energinya masih berasal dari fosil.
Agus menjelaskan jejak karbon itu dimulai sejak produksi BEV terutama sewaktu proses pembuatan baterai. Terlebih lagi, penggunaan sumber listrik dihitung sebagai fosil lantaran berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mayoritas masih mengandalkan batu bara.
“At the end of the day datanya mengatakan bahwa per unit karbon yang dihasilkan oleh EV itu lebih tinggi daripada hybrid [dan] lebih tinggi dari pada ICE karena sumber energinya masih dari fosil,” ujar Agus di JW Marriot, Rabu (11/10/2023).