Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina resmi menjual Pertamax Green 95, produk BBM terbarunya. Jenis BBM ini dikatakan lebih unggul sebab memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, yakni 95 yang diyakini akan membuat mesin kendaraan lebih bersih.
Secara teknis, BBM dengan nilai oktan yang tinggi akan terbakar lebih baik. Sebab walau membutuhkan waktu lebih banyak untuk terbakar, efisiensi mesin bensin akan naik ke batas maksimal dengan tidak meninggalkan kerak-kerak sisa pembakaran.
Selain nilai oktannya yang lebih tinggi, Pertamax Green 95 sebagai hasil percampuran bensin (pertamax) dan bahan bakar nabati (bioetanol dari tebu) juga diklaim dapat mendukung program pemerintah untuk mencapai net zero emission di tahun 2060.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, menyatakan Pertamax Green 95 adalah bahan bakar kendaraan (BBK) ramah lingkungan yang menggunakan bahan baku terbarukan yaitu Bioetanol sebanyak 5 persen.
Dia menuturkan, Pertamina bersinergi dengan PT Energi Agro Nusantara yang merupakan anak usaha PT Perkebunan Nusantara X (Persero) untuk menyediakan bahan baku Bioetanol dari molases tebu yang diproses menjadi etanol fuel grade.
Nicke menyebut produk baru ini menjadi langkah nyata Pertamina dalam mendukung capaian target Net Zero Emission (NZE) 2060.
Baca Juga
"Produk ini adalah produk BBK hijau yang ramah lingkungan karena menggunakan bioetanol dari molases tebu. Ini merupakan implementasi dari salah satu pilar transisi energi Pertamina dalam mendukung transisi energi nasional dengan penggunaan campuran bahan bakar nabati," ujar Nicke dalam keterangan resmi, Senin (24/7/2023).
Adapun, Pertamax Green 95 sudah memiliki izin niaga dan dijual dimulai di 10 SPBU di Surabaya serta 5 SPBU di Jakarta dengan harga yang bersaing dengan bahan bakar bensin RON 95. Pertamina menjual produk Pertamax kelas wahid ini di harga Rp13.500 per liter saat ini.
Meskipun demikian, penggunaan BBM oktan tinggi tidak selalu berdampak baik pada seluruh jenis kendaraan. Melansir laman resmi Pertamina, dikutip Rabu (24/7/2023), menjelaskan bahwa setiap jenis mesin kendaraan memiliki spesifikasi bahan bakarnya masing-masing, sehingga penggunaan BBM disarankan sesuai dengan jenis kendaraannya.
Kendaraan yang memiliki rasio kompresi mesin rendah justru akan kesulitan membakar BBM dengan nilai oktan yang tinggi. Jika mesin tidak mampu membakar seluruh bensin, sisa-sisa bahan bakar itu justru akan tertinggal dan mengotori komponen mesin lain.
Lebih jauh, pembakaran yang tidak sempurna ini bisa menyebabkan sisa bahan bakar masuk ke bak oli melalui dinding linear dan bercampur dengan oli mesin. Keadaan yang disebut fuel dilution ini akan menurunkan performa oli, salah satunya dalam mencegah gesekan antar bagian dalam mesin.
Pertamina juga menyarankan pengguna untuk tidak mengganti BBM beda oktan secara terus-menerus sebab akan membuat kinerja mesin menurun. Mesin kendaraan akan menyesuaikan rasio kompresinya dengan nilai oktan BBM. Jika terjadi secara terus-menerus, mesin tidak kunjung terbiasa dan kinerjanya akan menurun sebab harus terus beradaptasi.
Pengguna juga disarankan tidak sering mencampur bahan bakar dengan alasan yang sama. Mesin akan kesulitan membakar bahan bakar yang tidak terbiasa diolahnya.