Bisnis.com, JAKARTA - Korea Selatan (Korsel) mengatakan akan memberikan US$5,32 miliar atau setara Rp79 triliun untuk mendukung produsen baterai di Amerika Utara selama lima tahun ke depan.
Dilansir dari Reuters, Sabtu (8/4/2023), investasi ini bertujuan membantu perusahaan mengatasi Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS (Inflation Reduction Act/IRA).
"Dukungan pemerintah akan mencakup penurunan suku bunga pinjaman dan premi asuransi sebanyak 20 persen serta memberikan lebih banyak pinjaman dan kredit pajak untuk fasilitas produksi baterai dan material perusahaan Korea di wilayah tersebut," kata Kementerian Industri Korea Selatan.
Adapun pekan lalu, Departemen Keuangan AS mengeluarkan peraturan pajak kendaraan listrik (EV) yang lebih ketat, yang mewajibkan pembuat mobil mendapatkan persentase tertentu dari mineral penting untuk baterai EV dari Amerika Serikat atau mitra perdagangan bebas AS.
Aturan itu juga bertujuan agar perusahaan memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif federal AS baru di bawah UU Pengurangan Inflasi.
UU tersebut mensyaratkan 50 persen dari nilai komponen baterai yang akan diproduksi atau dirakit di Amerika Utara, memenuhi syarat untuk kredit sebesar US$3.750. Kemudian, 40 persen dari nilai mineral penting yang bersumber dari Amerika Serikat atau mitra perdagangan bebas juga memenuhi untuk kredit US$3.750.
Baca Juga
"Baik pemerintah dan pengusaha harus bekerja sama menemukan solusi efektif mengatasi situasi yang berubah dengan cepat setelah Undang-Undang Pengurangan Inflasi," kata Menteri Perdagangan Lee Chang-yang saat memimpin pertemuan dengan pembuat sel baterai dan perusahaan bahan utama.
Pada November tahun lalu, Korea Selatan meluncurkan aliansi baterai yang didukung pemerintah untuk sumber logam utama yang lebih baik yang saat ini didominasi oleh China untuk meningkatkan stabilitas rantai pasokan baterai.
LG Energy Solution Ltd (LGES), Samsung SDI Co Ltd, dan SK On merupakan tiga dari lima pembuat sel baterai EV terbesar di dunia dan menguasai lebih dari seperempat pasar global.
Bulan lalu, LGES mengatakan akan melanjutkan proyek baterai AS yang terhenti dengan investasi US$5,6 miliar di Arizona untuk memenuhi syarat mendapatkan insentif federal berdasarkan UU Pengurangan Inflasi.
Sebaliknya di Indonesia, LGES yang ikut dalam konsorsium Titan untuk ekosistem baterai kendaraan sejauh ini belum menyatakan kepastian. Pemerintah Indonesia pun berkali-kali mengungkapkan tengah bernegosiasi dengan produsen asal Korea Selatan tersebut.