Bisnis.com, JAKARTA — Ambisi pemerintah untuk mendorong pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia saat ini dinilai tidak sesuai dengan arah bisnis dari para pemain di industri otomotif.
Laporan terbaru yang dirilis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menyampaikan bahwa perusahaan yang menguasai mayoritas pasar Indonesia dan bagaimana langkah bisnis mereka dapat memengaruhi ekspansi EV di dalam negeri.
Penulis IEEF, Putra Adhiguna menilai meski pemerintah tengah mendorong potensi nikel sebagai batu pijakan, tetapi langkah saat ini belum cukup untuk memenuhi target ambisius Indonesia.
Untuk kendaraan roda empat ringan (4W), laporan IEEFA menyoroti lima produsen yang menguasai 92 persen pasar 4W yaitu Honda, Mitsubishi, Suzuki, Toyota, dan anak perusahaannya Daihatsu.
"Rencana elektrifikasi dari pemain industri yang lamban dikombinasikan dengan dominasi pasar mereka dapat menjadi hambatan besar bagi ambisi Indonesia," ujarnya dalam laporannya, Senin (6/2/2023).
Menurutnya, para pemain otomotif banyak menekankan pentingnya memberi pilihan kendaraan bagi konsumen, tetapi opsi all-electric dari mereka hampir tidak bisa ditemukan.
Sementara untuk konsentrasi pasar kendaraan roda dua (2W) saat ini bahkan lebih kuat dengan Honda dan Yamaha menguasai 96 persen pasar. Sayangnya, rencana elektrifikasi kendaraan mereka sangat jauh dari potensi perusahaan-perusahaan tersebut.
Pada Fiscal Year 2022 (FY22), kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle, BEV) hanya mencakup 0,16 persen dari unit penjualan Toyota di seluruh dunia.
Sementara itu, penjualan motor listrik Honda sangatlah minim. Langkah positif menuju elektrifikasi memang mulai tampak, namun rencana yang ada tetap terlihat lemah, terlebih untuk pasar-pasar berkembang.
Laporan IEEFA merujuk pada target agresif yang ditetapkan Indonesia dengan 13 juta motor listrik dan 2,2 juta mobil listrik pada tahun 2030. Namun realisasinya masih tertinggal di belakang beberapa negara tetangga Asesn lainnya. Kompetisi dengan Thailand dalam mobil listrik semakin ketat sementara Vietnam telah lebih sukses mendorong penggunaan motor listrik di depan Indonesia.
Permintaan energi sektor transportasi meningkat pesat dan mencakup seperempat dari emisi gas rumah kaca sektor energi di Indonesia. Pertentangan antara menurun drastisnya produksi minyak dan meningkatnya permintaan akan semakin sulit ditengahi jika tidak dibarengi dengan arah kebijakan yang tegas dari pemerintah,.
Dengan kenaikan impor minyak dan subsidi BBM yang kerap fluktuatif, EV dapat membantu menahan laju peningkatan konsumsi BBM dan menurunkan emisi life-cycle, bahkan dalam sistem kelistrikan yang didominasi batu bara seperti Indonesia saat ini. Hal tersebut tentunya harus dibarengi dengan komitmen kuat Indonesia untuk menghijaukan sektor kelistrikannya.