Bisnis.com, JAKARTA- Seiring terbitkan PMK No. 13/2022 tentang perubahan keempat PMK No. 6/2017 terkait penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor, Hyundai bersiap menikmati fasilitas pembebasan importasi sebagaimana tertutang dalam beleid tersebut.
Syaratnya, Hyundai harus mengimpor mobil berteknologi listrik secara inclompletely knock down atau IKD. Hal inipun meperkuat niatan yang sebelumnya diungkapkan Hyundai yakni memboyong produksi kendaraan berteknolgi baterai listrik (BEV) Ioniq 5.
Chief Operating Officer PT Hyundai Motor Indonesia (HMID) Makmur mengungkapkan pihaknya mengapresiassi setiap kebijakan dari pemerintah, terlebih lagi yang bisa mendorong pertumbuhan industri otomotif Indonesia.
“Khususnya perkembangan mobil listrik di Indonesia,” ungkapnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Makmur menjelaskan HMDI akan akan terus memberikan dukungan sesuai kapasitas sebagai salah satu pelaku industri yang juga fokus pada pengembangan mobil listrik.
“Rencana EV yg diproduksi di Indonesia adalah Ioniq 5,” terangnya.
Baca Juga
Terkait fasilitas pembebasan bea masuk tersebut, Makmur menerangkan akan menstimulus pengembangan mobil listrik lebih jauh. Akan tetapi, terkait pengaruh kebijakan terhadap besaran harga, hal itu masih tergantung banyak hal.
“Soal harga tergantung spec [spesifikasi] dan segmen yang dituju,” jelas Makmur.
Perubahan substansial pada PMK No. 13/2022 terletak pada pemberlakuan pembebasan bea masuk kendaraan bermotor dalam bentuk IKD hanya kepada produk berbasis teknologi baterai listrik. Karena secara khusus pada beleid teranyar ini, Kemenkeu mensyaratkan importasi IKD yang memenuhi ketentuan Permenperin No. 28/2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap (CKD) dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.
Sebagaimana ketentuan beleid tersebut, perbedaan CKD dan IKD adalah pada kelengkapan komponen dan proses manufaktur. Pada Permenperin 28/2020 itu, proses manufaktur IKD minimal mencakup dua kegiatan dari 10 proses manufaktur yang ditetapkan yaitu pencetakan bodi, penyambungan bodi, pengecatan, pembuatan atau perakitan kabin, sasis, motor listrik, garden, baterai, serta perakitan dan pengujian maupun pengendalian mutu.
Sedangkan proses manufaktur CKD meliputi minimal dua proses, yakni peraktian dan pengujian serta pengendalian mutu. Komponen wajib impor CKD terdiri dari komponen utama berupa rangka atau bodi, baterai, dan sistem penggerak (drive train).
Sebaliknya untuk IKD, terdapat 29 komponen yang dikecualikan untuk impor. Kumpulan komponen itu antara lain, pendingin (radiator/fan), control cable, shock absorber, kursi, plafon, sabuk pengaman, dongkrak, bumper, pegas daun dan spiral, klakson, hingga emblem.
Untuk memenuhi komponen yang dikecualikan, pemerintah memberikan opsi untuk produksi sendiri, subkontrak, maupun impor. Pada beleid pembebasan bea masuk, impor tersebut dikhususkan kepada perusahaan atau industri komponen.
Penerapan regulasi inipun mengakhiri pembebasan bea masuk bagi impor IKD secara luas, melainkan menjadi khusus mobil berteknologi BEV. Fasilitasi inipun memberikan efek terhadap pemangkasan tarif yang cukup signifikan.
Misalnya saja, bila dibandingkan importasi untuk kendaraan bemotor jenis bus yang diimpor dalam bentuk CKD (HS 8702) dikenakan tarif sebesar 10 persen. Sedangkan jika menggunakan fasilitas impor IKD (HS 9801), tarif tersebut 0 persen atau digratiskan.
Begitupun untuk kendaraan penumpang berjenis 4x2 yang diimpor secara CKD (HS 8703) harus membayar tarif bea masuk sekitar 10 persen. Sebaliknya, jika dalam bentuk IKD sesuai PMK No. 13/2022, maka besaran tarif juga 0 persen.