Bisnis.com, JAKARTA — Belum lama ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke GIIAS 2021. Satu kegiatannya adalah berbicara dengan para bos raksasa otomotif Jepang mengenai visi mobil listrik di Indonesia.
"Tadi kami sudah bertemu dengan para CEO dan saya sampaikan apa yang menjadi concern kami dan apa yang bisa kami lakukan bersama-sama di masa yang akan datang," kata Jokowi di ICE, BSD, Tangerang, Banten Rabu (17/11/2021).
Jauh sebelum pertemuan Jokowi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menyampaikan bahwa investor otomotif Jepang marah kepada Indonesia. ""Jepang marah sama kita. Kenapa tidak hybrid dulu kalian. Saya dituduh pro China," katanya dalam diskusi dengan Ikatan Alumni ITB Sumatera Utara pada September 2020.
Kepercayaan diri agar Indonesia dapat langsung melompat ke teknologi kendaraan listrik adalah karena memiliki cadangan besar dalam sumber daya alam. Indonesia kaya akan kandungan nikel yang merupakan komponen utama mobil listrik.
Arah pemerintah soal mobil listrik sebenarnya sudah jelas terlihat saat merilis PP 73/2019. Kemudian upaya mempercepat adopsi teknologi mobil listrik semakin kuat saat pemerintah merevisi PP73/2019 menjadi PP 74/2021.
Pada PP 73/2019, pemerintah menetapkan tarif PPnBM mobil mild hybrid sebesar 8–10 persen dan full hybrid 2–8 persen, sedangkan PHEV (plug-in hybrid electric vehicle) dan mobil listrik dibebaskan dari pajak barang mewah. Pada aturan terbaru atau PP 74/2021, PPnBM mild hybrid dikenakan tarif 8–12 persen dan full hybrid 6–8 persen.
Baca Juga
PHEV tidak lagi mendapatkan keisitimewaan karena dikenakan tarif pajak barang mewah 5 persen. Pemerintah hanya membebaskan PPnBM bagi mobil listrik murni.
Adapun sebagaimana diketahui, pabrikan Jepang menginginkan mobil hybrid menjadi jembatan era kendaraan listrik. Mobil hybrid memiliki beberapa tahapan, di mana level paling awal adalah mobil konvensional yang disusupi teknologi listrik untuk meningkatkan jarak jelajah dengan bahan bakar yang lebih efisien.
Kemudian selanjutnya adalah full hybrid, di mana mobil masih meminum bensin, tetapi sumber tenaga penggerak adalah motor listrik. Sederhananya seperti generator yang berbahan bakar diesel, namun menghasilkan listrik untuk mengoperasikan peralatan elektronik. Setelah itu ada PHEV, di mana mobil sudah memiliki baterai yang harus diisi ulang dengan cara mencolok kabel konektor ke soket listrik, seperti pada mobil listrik murni.
Bedanya, mobil ini masih dapat mengandalkan mesin bensin sebagai sumber tenaga penggerak. Sejauh ini, hanya pabrik otomotif Korea Selatan dan China yang telah berkomitmen untuk produksi mobil listrik murni mulai tahun depan. Toyota, pabrikan otomotif Jepang, menyatakan akan produksi mobil hybrid pada 2022.
Hyundai bahkan telah menanamkan investasi dalam bentuk pabrik mobil listrik dan baterai. Perusahaan berkerja sama dengan LG mengincar ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dan Asean.