Bisnis.com, JAKARTA — Toyota Raize tercatat telah membukukan surat pemesanan kendaraan (SPK) sebanyak 1.269 unit sejak diluncurkan pada 30 April 2021.
Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa jumlah SPK itu terhitung hingga 6 Mei. Raize varian 1.0T GR Sport CVT menjadi kontributor terbesar kontribusi 43 persen dari total SPK.
“Kontributor terbesar 1.0 Turbo GR Sport CVT dengan komposisi 43 persen dan 1.0 Turbo GR Sport CVT ISS menyumbang lebih kurang 40 persen. Ini membuat GR Model menjadi komposisi terbesar dengan 83 persen,” ujar Anton kepada Bisnis, Jumat (7/5/2021).
Anton menambahkan bahwa dari total SPK tersebut, DKI Jakarta menjadi wilayah yang paling banyak memesan Raize dengan kontribusi 24 persen, diikuti Jawa Barat sebesar 19 persen dan 11 persen di Jawa Timur.
Sebelumnya TAM menargetkan penjualan Raize dapat mencapai 2.000 unit per bulan. Angka tersebut belum memperhitungkan varian 1.200 cc yang rencananya akan diluncurkan pad Juni 2021.
Raize merupakan kembaran dari Daihatsu Rocky. Ini menjadi model kolaborasi kelima antara Toyota dan Daihatsu di Indonesia. Kedua mobil ini turut mengusung strategi yang telah lama dilakukan oleh dua pabrikan tersebut.
Mobil berjenis sport utility vehicle (SUV) kompak berkapasitas 5 penumpang ini diproduksi di pabrik PT Astra Daihatsu Motor (ADM). Alhasil, mobil ini berhak mendapatkan insentif pajak pembelian atas barang mewah atau PPnBm 100 persen dari pemerintah.
Toyota Raize diketahui hadir dengan dua pilihan mesin, yaitu 1.0 turbo dan 1.2 non-turbo. Namun, untuk saat ini, produk yang tersedia untuk konsumen adalah tipe 1.0 turbo, sedangkan varian 1.2 non turbo hadir pada semester kedua tahun ini.
Sebagai gambaran, varian paling rendah mesin 1.000 cc turbo, tanpa PPnBM dijual dengan harga Rp219,9 juta, sedangkan harga normal mobil ini adalah Rp236,8 juta. Namun, pada Juni potongan harga berkat insentif PPnBM akan berkurang.
Pasalnya pembebasan PPnBM 100 persen hanya berlaku untuk periode pertama kebijakan atau Maret–Mei 2021. Pada Juni–Agustus, pemerintah hanya menanggung 50 persen tarif PPnBM, sedangkan sisanya dibebankan kepada konsumen.