Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor kendaraan pada tahun depan diperkirakan menghadapi tantangan besar seiring dengan perang dagang yang belum berakhir. Pabrikan perlu selektif memanfaatkan peluang dari sejumlah negara potensial.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual mengatakan bahwa perang dagang menjadi pemicu menurunnya permintaan mobil di pasar luar negeri. Menurutnya, pabrikan perlu kerja keras untuk mencari alternatif pasar untuk ekspor.
“Sejauh ini sih saya masih agak pesimistis [ekspor otomotif dapat tumbuh], karena perang dagang masih belum kelar, kecenderungan mungkin flat saja. Mendorong ekspor dalam kondisi sekarang butuh extra effort, karena kecenderungan di luar tidak begitu bagus,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/12/2019).
Menurutnya, negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara dapat menjadi tujuan pasar potensial bagi ekspor mobil dari Indonesia. Negara-negara di kawasan itu, katanya, relatif tidak terdampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat.
Selain itu, menurutnya negara-negara di kawasan itu memiliki daya beli yang baik seiring dengan pertumbuhan kelas menengahnya. Pembangunan infrastruktur yang cukup masif di kawasan itu juga mendorong peningkatan permintaan kendaraan.
Hal lain yang juga menjadi modal besar untuk menggenjot ekspor ke negara itu adalah karakteristik kebutuhan kendaraannya yang cukup mirip dengan Indonesia. Menurutnya, masyarakat di sana membutuhkan mobil serbaguna dan mobil utilitas sportif yang banyak diproduksi di Indonesia.
“Untuk produk Indonesia seperti Innova dan Avanza juga terbuka luas, karena karakteristik permintaan mobilnya mirip dengan kita. Mereka membutuhkan mode-model mobil keluarga,” katanya.
Pasar Asia Tenggara juga masih menjanjikan sebagai tujuan ekspor mobil dari Indonesia, khususnya Brunei Darussalam dan Filipina. Dia menilai kedua negara ini masih memiliki pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong konsumsi untuk kendaraan roda empat.