Bisnis.com, JAKARTA -- Penangkapan Direktur dan CEO Nissan Carlos Ghosn di Jepang pada awal pekan ini menimbulkan keriwuhan besar di dunia bisnis otomotif.
Bagaimana tidak, dia merupakan tokoh kunci dalam aliansi perusahaan mobil terbesar di dunia, yaitu antara Renault SA asal Perancis dengan Nissan Motor Co. dan Mitsubishi Motors Corp. di Jepang.
Nissan melaporkan pada Senin (19/11/2018), sebuah investigasi internal yang dipicu oleh laporan dari whistleblower berhasil menguak bahwa Ghosn terlibat dalam skandal penyelewengan keuangan perusahaan, di antaranya menggunakan aset dan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dan menutupi laporan pendapatannya selama bertahun-tahun.
Kantor Kejaksaan di Tokyo mengonfirmasi pada Selasa (20/11/2018) bahwa Ghosn bersama Representative Director Greg Kelly telah ditangkap karena gagal mempertanggungjawabkan laporan pendapatan Ghosn senilai 5 miliar yen (US$44 juta) dalam laporan aset Nissan.
Nissan pun langsung mengumumkan rencana pemecatan Ghosn dari Dewan Direksi. Begitu pula Mitsubishi, di mana Ghosn juga menjadi Direktur dan CEO di sana. Kini fokus beralih ke Renault SA di Paris.
Dewan Direksi Renault yang masih mempertahankan jabatan Ghosn sebagai CEO dijadwalkan untuk mengadakan rapat darurat pada Selasa (20/11/2018) malam waktu setempat.
Dalam rapat tersebut, Dewan Direksi Renault akan memutuskan untuk tetap mempertahankan Ghosn atau melepasnya.
Di satu sisi, Renault telah diuntungkan dengan kemitraan bersama Nissan karena dapat mengakses pabrikan dan tenaga ahli pengembangan produsen otomotif terbesar kedua di Jepang tersebut.
Dengan mengambil langkah yang sama dengan Nissan (ikut memecat Ghosn), Renault berpotensi dapat menjaga hubungan baik aliansi untuk ke depannya dan dapat mempertahankan posisi di pasar otomotif global “kelas berat”.
Sementara jika Renault memutuskan untuk mempertahankan Ghosn, perusahaan yang 15% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Perancis tersebut berisiko membuat Nissan merasa teralienasi.
CEO Nissan Hiroto Saikawa pun tampak telah menahan amarahnya dalam konferensi pers pada Senin (19/11/2018) malam ketika membahas penangkapan Ghosn dan Nissan juga telah sering mengeluhkan ketidakpuasannya dalam kemitraan bersama Renault.
Saikawa menyebutkan bahwa penangkapan Ghosn telah menjadi contoh buruk jika seorang eksekutif memiliki terlalu banyak kekuasaan dan jarang diselidiki.
Adapun potensi berakhirnya kepemimpinan Ghosn dalam aliansi yang ditempanya selama dua dekade tersebut praktis menimbulkan ketidakpastian.
Saham-saham perusahaan yang dipimpin Ghosn pun berjatuhan pada perdagangan Selasa (20/11/2018). Saham Nissan anjlok 6,5% di Tokyo dan saham Mitsubishi Motors tergerus hingga 7,8%. Sementara itu, saham Renault SA ditutup turun 8,4% pada akhir perdagangan Senin (19/11/2018) di Paris, atau terendah sejak Januari 2015.
“Sulit sekali untuk tidak menyimpulkan bahwa ada celah di antara Renault dan Nissan,” ujar Max Warburton, Analis di Sanford C. Bernstein di London, Inggris, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (20/11/2018).