Bisnis.com, JAKARTA – PT Astra International Tbk. akan mengoptimalkan kandungan komponen lokal pada kendaraan yang diproduksi perseroan. Hal itu dilakukan untuk menangkal dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, pada harga produk Astra.
Saat krisis keuangan 1998, Astra mulai meningkatkan kandungan lokal pada komponen kendaraaan. Hingga akhir tahun lalu, tingkat komponen lokal kendaraan roda dua produksi perseroan mencapai lebih dari 90%.
Direktur Independen Astra International Djony Bunarto Tjondro mengungkapkan sejauh ini perseroan belum terdampak secara signifikan atas pelemahan nilai tukar. Selain itu, perseroan akan meningkatkan porsi kendaraan yang diekspor sehingga dapat mengompensasi risiko penurunan pendapatan di pasar domestik.
“Tahun lalu, kita mengespor 231.000 unit kendaraan, 75% di antaranya merupakan produksi Astra. Tahun ini, kami berupaya ekspor Astra bisa naik sedikit karena ada tambahan negara destinasi ekspor baru,” ungkap Djony di Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Data perseroan menunjukkan sepanjang tahun lalu, ekspor melalui Astra Honda Motor tercatat sebanyak 83.000 unit, sedangkan ekspor melalui Toyota Motor Manufacturing Indonesia mencapai 115.000 unit.
Sementara itu, Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto mengungkapkan tingkat konten lokal pada kendaraan perseoran belum mencapai 100% karena masih ada komponen yang spesifikasi produk lokalnya belum memenuhi ketentuan perseroan.
Baca Juga
Kendati demikian, jika perlemahan rupiah terus berlanjut, perseroan akan menempuh kenaikan harga produk kendaraan. “Produk Astra juga banyak yang diekspor dan itu akan membantu terhadap risiko dari perlemahan rupiah ini,” ungkap Prijono.
Astra International membukukan laba bersih sebesar Rp4,980 triliun selama kuartal pertama tahun ini. Capaian tersebut melemah 2% dari capaian perseroan selama kuartal pertama tahun lalu (yoy) yang mencapai Rp5,08 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasian perseroan, emiten dengan kode saham ASII tersebut membukuan kenaikan pendapatan sebesar 14% (yoy) dari sebelumnya Rp48,78 triliun, menjadi Rp55,82 triliun pada kuartal I/2018.