Bisnis.com, PEKANBARU - Pemerintah dinilai perlu menerbutkan kebijakan khusus untuk mengatur batas umur penggunaan kendaraan.
Hal itu dipandang perlu untuk mendorong kesadaran masyarakat dan mendorong konsumsi bahan bakar beroktan tinggi demi kelangsungan lingkungan dan energi.
"Jika pemerintah mampu membatasi umur kendaraan yang boleh beroperasi, maka orang akan meninggalkan bensin oktan rendah karena tidak efisien," kata Pengamat Ekonomi Universitas Riau Dahlan Tampubolon di Pekanbaru, Kamis (15/3/2018).
Dahlan menilai untuk mendorong pola konsumsi masyarakat mandiri dan sadar akan manfaat dan penggunaan bahan bakar beroktan diatas Research Octane Number (RON) 88 seperti Pertalite, Pertamax memang butuh kerja keras. Juga diperlukan komitmen semua pihak, baik pemangku kebijakan melalui aturannya serta Pertamina melalui sosialisasinya terhadap keberlangsungan energi berkelanjutan.
Ia menilai dengan semakin mudahnya akses masyarakat mendapatkan BBM beroktan tinggi serta disparitas harga tidak terlalu jauh berbeda, ditambah pengetahuan konsumen tentang perawatan kendaraan pastilah kesadaran yang diharapkan dapat terwujud.
"Kalau kendaraan dibatasi umurnya, misal angkutan umum hanya 5 tahun dan angkutan pribadi 10 tahun tentu orang akan memilih BBM oktan tinggi," tegasnya.
Baca Juga
Dahlan bahkan menilai kebijakan pembatasan ini sebenarnya sudah dimulai oleh beberapa produsen kendaraan. Mereka sudah berani merekomendasikan penggunaan bensin oktan lebih tinggi, ketimbang Premium. Artinya, lanjut dia, keekonomian bagi sebuah perawatan jangka panjang mutlak tidak bisa ditawar.
Apalagi hal itu juga akan berdampak kepada lingkungan dan generasi bangsa yang erat kaitannya dengan polusi akibat limbah timbal yang dihasilkan bahan bakar. Meski pun sejak awal tahun 2000 premium RON 88 sudah tidak mengandung TEL atau timbal.
Dari segi kinerja kendaraan bahan bakar oktan lebih tinggi sering dibutuhkan atau direkomendasikan untuk mesin yang menggunakan rasio kompresi lebih tinggi atau menggunakan supercharging /bocharging untuk memaksa lebih banyak udara masuk ke mesin.
"Bahan bakar beroktan yang lebih tinggi dapat meningkatkan kinerja kendaraan dan jarak tempuh serta mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) beberapa persen selama operasi," ujarnya.
Di sisi lingkungan penggunaan BBM beroktan rendah bisa menimbulkan zat beracun. Bensin bertimbal tinggi akan dipancarkan dari knalpot mesin ke udara dan lingkungan terutama di sepanjang jalan ini akan mudah dihirup masyarakat.
Konsentrasi tinggi hasil TEL menyebabkan keracunan timbal. Timbal beracun bisa memiliki efek neurologis meski dengan tingkat paparan rendah. Efek lainnya termasuk IQ rendah dan perilaku antisosial.
"Ahli saraf berpendapat bahwa pentahapan keluar dari timbal mungkin telah menyebabkan tingkat IQ rata-rata meningkat terutama di kalangan anak-anak," pungkasnya.
Sementara itu ekonom Faisal Basri pernah menyatakan bahwa bensin jenis Premium nyaris punah di dunia. Hanya Indonesia yang masih menggunakan RON 88 di Asia Tenggara. Negara- negara tetangga seperti Laos, Myanmar, dan Kamboja sekalipun tidak lagi menggunakannya.
Di Malaysia, jangankan RON 88, jenis Pertamax (RON 92) saja sudah tak ada di pasaran. Kualitas paling rendah yang ada di pasar Malaysia adalah jenis RON 95. Selain itu, Filipina dan Vietnam juga sama-sama telah menghentikan penjualan BBM RON 81 dan 88, masing-masing sejak tahun 2013 dan 2014 lalu.
Faisal Basri juga menyebutkan jenis Premium sudah langka di pasar, harganya pun tidak tertera lagi di bursa minyak, termasuk di bursa minyak Singapura Mean of Platts Singapore (MOPS).
Sementara itu berdasarkan data yang dihimpun dari Pertamina Sumatra Bagian Tengah menunjukkan ada kecenderungan penggunaan BBM beroktan tinggi lebih banyak ketimbang rendah.
Tren pertumbuhan penjualan produk Pertalite meningkat cukup tajam sebesar 65% pada Januari 2018 dibandingkan Januari 2017 di wilayah itu.
Pertumbuhan tersebut berasal dari penjualan Pertalite di lima provinsi yang menjadi area operasional Pertamina MOR 1 yaitu Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau dan Kepulauan Riau.
Dari tren tersebut pertumbuhan tertinggi berada di wilayah Provinsi Riau naik sebesar 195%.