Bisnis.com, JAKARTA - JTEKT Corporation, pabrikan komponen otomotif asal Jepang, membuat gebrakan dengan melakukan revolusi dengan menciptakan teknologi electric power-steering atau yang kini dikenal sistem driverless car atau mobil tanpa pengemudi.
Namun, pihak JTEKT menyadari adanya beberapa kelemahan dalam teknologi tersebut.
Inovasi JTEKT itu telah hampir tiga dekade mengungguli teknologi hidrolik tradisional dan memastikan perusahaan asal Jepang tersebut menjadi salah satu pemasok terbesar untuk Toyota Motor Corp dan sejumlah pabrikan otomotif lainnya.
Tercatat, perusahaan telah memproduksi lebih dari 100 juta unit dan telah merambah hingga seperempat dari seluruh pasar otomotif di dunia.
Presiden JTEKT Corp, Tetsuo Agata mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika perusahaan tidak memproduksinya lagi, maka pihaknya tidak akan lagi memasok ke siapapun.
Pada dasarnya kemudi adalah salah perangkat otomotif yang utama dalam mata rantai pasokan onderdil otomotif yang luas sehingga harus beradaptasi untuk dapat 'bertahan hidup' terhadap perkembangan teknologi terbaru.
Sejumlah manufaktur ternama seperti Toyota dan Nissan Motor Co, kini harus bersaing dengan sejumlah pendatang baru dalam industri otomotif seperti Tesla Motors Inc., Google Inc. dan Uber Technologies Inc.
Toyota dan Nissan kini tengah berlomba untuk mengembangkan teknologi hand-free driving, sementara Google dan Uber tengah bersaing untuk mengaplikasikan sistem driveless di jalan umum.
"Banyak para pemasok onderdil otomotif akan terkena dampak dari perkembangan industri otomotif menuju teknologi autonomous driving," ungkap Goro Tanamachi, seorang analis IHS Automotive.
Para pemasok setir kemudi, rem, transmisi, dan onderdil otomotif lainnya akan turut mengalami 'guncangan' terhadap usaha mereka.
Agata mengharapkan akan tercipta sistem steer-by-wire yaitu sistem perangkat lunak akan mengirimkan sinyal ke mesin penggerak elektrik yang menggerakkan roda, sehingga dapat diambilalih.
Meskipun demikian, jika JTEKT tidak berada di baris terdepan dalam mengembangkan perangkat lunak tersebut, maka dipastikan akan jauh tertinggal.
Untuk itu, pemasok yang berbasis di Osaka, Jepang tersebut tengah mengirimkan para peneliti ke universitas dan laboratorium guna memperbarui pengetahuan mereka. Tidak hanya itu pihaknya juga tengah mempertimbangkan untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang spesialis teknologi.
Untuk mewujudkan inovasi terbaru tersebut, korporasi itu juga berencana untuk menambah tim riset menjadi tiga kali lipat dari yang saat ini berjumlah 10 orang menjadi 30 orang nantinya.
Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan modal belanja perusahaan hingga 17% menjadi 80 miliar yen atau senilai US$660 juta pada tahun fiskal 2016 mendatang.