Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Barang Mewah Bonsai Pasar Ferrari di Indonesia

Penjualan Ferrari Indonesia pada 2014 mangalami stagnasi atau hanya sekitar 50-60 unit akibat pajak kendaraan mewah sebesar 125% bagi mobil dengan kapasitas mesin 3.000 cc lebih
Logo Ferrari/Ilustrasi
Logo Ferrari/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan Ferrari Indonesia pada 2014 mangalami stagnasi atau hanya sekitar 50-60 unit akibat penerapan pajak kendaraan mewah sebesar 125% bagi mobil berkapasitas mesin di atas 3.000 cc.  

CEO Ferrari Indonesia Arie Christopher mengungkapkan penjualan pihaknya pada tahun lalu itu tidak berbeda jauh dengan raihan pada tahun sebelumnya. Meski demikian, dia tidak menyebut angka pasti penjualan Ferrari Indonesia pada 2013.

Pada tahun lalu, selain karena PPnBM yang mencapai 125%, seperti penjualan mobil pada umumnya, pasar kendaraan mewah memang menghadapi tantangan pelambatan ekonomi dan kondisi politik yang tidak stabil.

Hal tersebut cenderung membuat pasar wait and see sebelum memutuskan pembelian. Walaupun demikian, Arie optimistis pasar Ferrari pada tahun ini akan kembali bertumbuh. Tak tanggung-tanggung, tahun ini phaknya menyasar peningkatan penjualan di kisaran 15%-20%.

Angka pertumbuhan penjualan yang dipatok tersebut berkaca dari capaian Ferrari pada 2013 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.  

“Rata-rata pertumbuhan [pasar Ferrari] di Indonesia itu sekitar 15%-20%. Meski pajak 125% berpengaruh pada penjualan, kami optimistis pasar domestik masih potensial. Namun, jumlah pastinya [penjualan] pada awal tahun ini belum ditentukan karena kami lihat beberapa faktor seperti fluktuasi mata uang,” katanya, Senin (9/3/2015) .

Dia mengakui fluktuasi nilai kurs sedikit banyak memengaruhi keputusan pasar dalam menentukan pembelian kendaraan. Maklum saja, Ferrari diimpor langsung dari Italia dan pembelian dilakukan dengan mata uang asing.

Dia berharap meski rupiah anjlok setidaknya nilai tukar ini stabil pada titik keseimbangan baru sehingga tidak mudah berubah-ubah. Dengan nilai tukar yang stabil, menurutnya, pelaku usaha dan konsumen cenderung mudah dalam melakukan perencanaan bisnis.

“Konsumen wait and see karena nilai tukar yang tidak stabil itu sudah pasti. Yang diharapkan adalah stabilitas, kalau memang stabilnya di satu level dan bertahan kita bisa membuat rencana,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper