Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha menilai industri karoseri saat ini sulit bersaing secara global karena belum adanya bantuan pemerintah, padahal hampir 100% pasar dalam negeri sudah dikuasai industri lokal.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo) T. Y. Subagio mencontohkan, saat ini industri karoseri belum mendapatkan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Di sisi lain, sekitar 70% bahan baku dan komponen yang dibutuhkan masih diimpor.
Kesulitan dalam mendapatkan BMDTP dikarenakan jumlah produksi karoseri yang fluktuatif bergantung pada pemesanan. Sehingga Askarindo sulit mengajukan jumlah pasti kebutuhan komponen dan bahan baku yang akan diimpor.
Jumlah kendaraan yang masuk industri karoseri menurutnya dilihat dari produksi anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), khususnya yang membuat chasiss engine kendaraan niaga dengan dilengkapi bodi dari karoseri.
Selain itu, industri karoseri menyasar after market yaitu rekondisi kendaraan niaga. Subagio mencontohkan, bus harus melakukan rekondisi tujuh tahun sekali dan truk lebih cepat lagi lima tahun sekali.
Merujuk data Gaikindo, setidaknya sejak 2010 hingga 2013 penjualan kendaraan niaga secara wholesales di luar segmen 4X4 selalu mengalami pertumbuhan. Pada 2010 jumlahnya mencapai 236.151 unit.
Setahun berikutnya naik mencapai 306.663 unit dan menjadi 353.891 pada 2012. Pada 2013 jumlahnya mencapai 370.107 unit. Sedangkan tahun lalu jumlahnya menurun menjadi 348.015 unit.
Di sisi lain, merujuk data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, kendaraan yang masih beroperasi di Indonesia pada 2013 mencapai 104,21 juta unit. Dari jumlah tersebut populasi kendaraan niaga tercatat 5,15 juta unit. Jumlah itu melonjak sekitar 9% dari jumlah 2012 yang mencapai 4,72 juta unit.
“Jika dapat BMDTP bisa menurunkan harga produksi dan meningkatkan daya saing. Biaya produksi akan turun sesuai bea masuk yang diberikan mencapai 15%,” katanya di sela-sela kunjungan ke kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Senin (23/2).
Ketua Umum Askarindo Sommy Lumadjeng pun berharap pemerintah mampu mendesak prinsipal mobil memproduksi chassis engine berstandar global sehingga bisa menggenjot ekspor. Saat ini, chasiss engine kendaraan niaga yang menjadi bidikan industri karoresi masih diperuntukan bagi pasar domestik.
Oleh karena itu, meski menguasai pasar dalam negeri, pasar ekspor industri karoseri hanya di bawah 1%. Negara tujan ekspor tersebut hanya di kawasan Afrika dan Kepulauan Fiji. Padahal Askarindo mengklaim siap meningkatkan ekspor bila hal tersebut terpenuhi.
“Jika ada ekspor dari Indonesia, harus impor dulu chassis-nya. Karena chassis engine dalam negeri tidak sesuai dengan pasar global,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Saat ini sudah ada 219 industri karoseri yang bergabung dalam Askarindo. Dari pantauan Askarindo sendiri setidaknya ada sekitar 500 perusahaan karoseri yang tersebar di delapan provinsi.
Menurut Sommy, jika tidak dikembangkan dan industri karoseri dalam negeri tidak mampu menyerap pasar yang ada tidak mustahil pemain dari luar akan masuk. Saat ini, dari seluruh industry karoseri yang tercatat Askarindo, sekitar 25 perusahaan yang sudah berskala besar.
Industri karoseri berskala besar tersebut mampu menyerap sekitar 2000-3000 orang tenaga kerja. Sedangkan yang berskala kecil bisa mempekerjakan 200-300 orang karyawan. Untuk satu mobil bisa dikerjakan oleh rata-rata lima orang pekerja.